Archive for the ‘Psikoterapi’ Category

Tugas 2 Psikoterapi

Terapi Eksistensial Humanistik

     Terapi eksistensial humanistik adalah terapi yang sesuai dalam memberikan bantuan kepada klien. Karena teori ini mencakup pengakuan eksistensialisme terhadap kekacauan, keniscayaan, keputusasaan manusia kedalam dunia tempat dia bertanggung jawab atas dirinya

     Menurut kartini kartono dalam kamus psikologinya mengatakan bahwa terapi eksistensial humanistik adalah salah satu psikoterapi yang menekankan pengalaman subyektif individual kemauan bebas, serta kemampuan yang ada untuk menentukan satu arah baru dalam hidup

    Psikologi eksistensial-humanistik berfokus pada kondisi manusia. Pendekatan ini terutama adalah suatu sikap yang menekanka pada pemahaman atas manusia alih-alih suatu sistem teknik –teknik yang digunakan untuk mempengaruhi klien

 

Konsep Dasar Pandangan Humanistik Eksistensial Tentang Perilaku atau Kepribadian

1.  Kesadaran Diri

Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri, suatu kesanggupan yang unik dan nyata yang memungkinkan manusia mampu berpikir dan memutuskan. Semakin kuat kesadaran diri seorang, maka akan semakin besar pula kebebasan yang ada pada orang itu. Kesadaran untuk memilih alternatif-alternatif yakni memutuskan secara bebas didalam kerangka pembatasnya adalah suatu aspek yang esensial pada manusia. Kebebasan memilih dan bertindak itu disertai tanggung jawab. Para ekstensialis menekan manusia bertanggung jawab atas keberadaan dan nasibnya.

 

2.  Kebebasan, tanggung jawab, dan kecemasan

Kesadaran atas kebebasan dan tanggung jawab bisa menimbulkan kecemasan yang menjadi atribut dasar pada manusia. Kecemasan ekstensial bisa diakibatkan atas keterbatasannya dan atas kemungkinan yang tak terhindarkan untuk mati (nonbeing). Kesadaran atas kematian memiliki arti penting bagi kehidupan individu sekarang, sebab kesadaran tersebut menghadapkan individu pada kenyataan bahwa dia memiliki waktu yang terbatas untuk mengaktualkan potensi-potensinya.

 

3.  Penciptaan Makna

Manusia itu unik dalam arti bahwa ia berusaha untuk menentukan tujuan hidup dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan. Menjadi manusia juga berarti menghadapi kesendirian (manusia lahir sendirian dan mati sendirian pula). Walaupun pada hakikatnya sendirian, manusia memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan sesamanya dalam suatu cara yang bermakna, sebab manusia adalah mahluk rasional. Kegagalan dalam menciptakan hubungan yang bermakna bisa menimbulkan kondisi-kondisi isolasi dipersonalisasi, alineasi, kerasingan, dan kesepian.

 

Unsur-Unsur Terapi

1.  Munculnya gangguan

Model humanistik kepribadian, psikopatologi, dan psikoterapi awalnya menarik sebagian besar konsep-konsep dari filsafat eksistensial, menekankan kebebasan bawaan manusia untuk memilih, bertanggung jawab atas pilihan mereka, dan hidup sangat banyak pada saat ini. Hidup sehat di sini dan sekarang menghadapkan kita dengan realitas eksistensial menjadi, kebebasan, tanggung jawab, dan pilihan, serta merenungkan eksistensi yang pada gilirannya memaksa kita untuk menghadapi kemungkinan pernah hadir ketiadaan. Pencarian makna dalam kehidupan masing-masing individu adalah tujuan utama dan aspirasi tertinggi. Pendekatan humanistik kontemporer psikoterapi berasal dari tiga sekolah pemikiran yang muncul pada 1950-an, eksistensial, Gestalt, dan klien berpusat terapi.

2.  Tujuan Terapi

  • Membantu individu menemukan nilai, makna, dan tujuan hidup manusia sendiri.
  • Menyajikan kondisi-kondisi untuk memaksimalkan kesadaran diri dan pertumbuhan.
  • Menghapus penghambat-penghambat aktualisasipotensi pribadi.
  • Membantu klien menemukan dan menggunakan kebebasan memilih dan bertanggung jawab atas arah kehidupan sendiri.
  • Agar klien mengalami keberadaannya secara otentik dengan menjadi sadar atas keberadaan dan potensi-potensi serta sadar bahwa ia dapat membuka diri dan bertindak berdasarkan kemampuannya.

Terdapat tiga karakteristik dari keberadaan otentik:

(1) menyadari sepenuhnya keadaan sekarang,

(2) memilih bagaimana hidup pada saat sekarang, dan

(3) memikul tanggung jawab untuk memilih.

 

3.  Peran Terapis

Menurut Buhler dan Allen, para ahli psikoterapi Humanistik memiliki orientasi bersama yang mencakup hal-hal berikut :

  • Mengakui pentingnya pendekatan dari pribadi ke pribadi
  • Menyadari peran dan tanggung jawab terapis
  • Mengakui sifat timbale balik dari hubungan terapeutik.
  • Berorientasi pada pertumbuhan
  • Menekankan keharusan terapis terlibat dengan klien sebagai suatu pribadi yang menyeluruh.
  • Mengakui bahwa putusan-putusan dan pilihan-pilihan akhir terletak di tangan klien.
  • Memandang terapis sebagai model, bisa secara implicit menunjukkan kepada klien potensi bagi tindakan kreatif dan positif.
  • Mengakui kebebasan klien untuk mengungkapkan pandagan dan untuk mengembangkan tujuan-tujuan dan nilainya sendiri.
  • Bekerja kearah mengurangi kebergantungan klien serta meningkatkan kebebasan klien.

 

Teknik Terapi

Teknik utama eksistensial humanistik pada dasarnya adalah penggunaan pribadi konselor dan hubungan konselor-konseli sebagai kondisi perubahan. Namun eksistensial humanistik juga merekomendasikan beberapa teknik (pendekatan) khusus seperti menghayati keberadaan dunia obyektif dan subyektif klien, pengalaman pertumbuhan simbolik (suatu bentuk interpretasi dan pengakuan dasar tentang dimensi-dimensi simbolik dari pengalaman yang mengarahkan pada kesadaran yang lebih tinggi, pengungkapan makna, dan pertumbuhan pribadi).

Teknik dalam terapi ini antara lain:

  • Penerimaan
  • Rasa hormat
  • Pemahaman
  • Menentramkan hati
  • Pertanyaan terbatas
  • Memantulkan pertanyaan dan perasaan

Pada saat terapis menemukan keseluruhan dari diri klien, maka saat itulah proses terapeutik berada pada saat yang terbaik. Penemuan kreatifitas diri terapis muncul dari ikatan saling percaya dan kerjasama yang bermakna dari klien dan terapis. Proses konseling oleh para eksistensial meliputi tiga tahap yaitu:

  1. Tahap pertama, konselor membantu klien dalam mengidentifikasi dan mengklarifikasi asumsi mereka terhadap dunia. Klien diajak mendefinisikan cara pandang agar eksistensi mereka diterima. Konselor mengajarkan mereka bercermin pada eksistensi mereka dan meneliti peran mereka dalam hal penciptaan masalah dalam kehidupan mereka.
  2. Pada tahap kedua, klien didorong agar bersemangat untuk lebih dalam meneliti sumber dan otoritas dari sistem mereka. Semangat ini akan memberikan klien pemahaman baru dan restrukturisasi nilai dan sikap mereka untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dan dianggap pantas.
  3. Tahap ketiga berfokus pada untuk bisa melaksanakan apa yang telah mereka pelajari tentang diri mereka. Klien didorong untuk mengaplikasikan nilai barunya dengan jalan yang kongkrit. Klien biasanya akan menemukan kekuatan untuk menjalani eksistensi kehidupanya yang memiliki tujuan. Dalam perspektif eksistensial, teknik sendiri dipandang alat untuk membuat klien sadar akan pilihan mereka, serta bertanggungjawab atas penggunaaan kebebasan pribadinya.

PERSON-CENTERED THERAPY (ROGERS)

Carl Rogers adalah psikolog humanistik kebangsaan Amerika yang berfokus pada hubungan tarapeutik dan mengembangkan metode baru terapi berpusat pada klien. Rogers adalah salah satu individu yang pertama kali menggunakan istilah klien bukan pasien. Terapi berpusat pada klien berfkous pada peran klien, bukan ahli terapi, sebagai proses kunci penyembuhan. Rogers yakin bahwa setiap orang menjalani hidup di dunia secara berbeda dan mengetahui pengalaman terbaiknya. Menurut Rogers, klien benar – benar “berupaya untuk sembuh” dan dalam hubungan ahli terapi – klien yang suportif dan saling menghargai, klien dapat menyembuhkan dirinya sendiri. Klien berada di posisi terbaik untuk mengetahui pengalamannya sendiri dan memahami pengalamannya tersebut. Untuk memperoleh harga dirinya dan mencapai aktualisasi diri tersebut.

 

Konsep Carl Rogers tentang kepribadian

Berbagai istilah dan konsep yang muncul dalam penyajian teori Rogers mengenai kepribadian dan perilaku yang sering memiliki arti yang unik dan khas dalam orientasi sebagai berikut :

1.  Pengalaman

Pengalaman mengacu pada dunia pribadi individu. Setiap saat, sebagian dari hal ini terkait akan kesadaran. Misalnya, kita merasakan tekanan pena terhadap jari – jari kita seperti yang kita tulis. Beberapa mungkin sulit untuk membawa ke dalam kesadaran, seperti ide, “Aku orang yang agresif”. Sementara kesadaran masyarakat yang sebenarnya dari total lapangan pengalaman mereka mungkin terbatas, setiap individu adalah satu – satunya yang bisa tahu itu seluruhnya.

2.  Realitas

Untuk tujuan psikologis, realitas pada dasarnya adalah dunia pribadi dari persepsi individu, meskipun untuk tujuan sosial realitas terdiri dari orang – orang yang memiliki persepsi tingkat tinggi kesamaan antara berbagai individu. Dua orang akan setuju pada kenyataan bahwa orang tertentu adalah politisi. Satu melihat dirinya sebagai seorang wanita baik yang ingin membantu orang dan berdasarkan kenyataan orang menilai untuk dirinya. Kenyataannya orang lain adalah bahwa politisi menyisihkan uang untuk rakyat dalam memiliki tujuan untuk memenangi hati dari rakyat. Oleh karena itu orang ini memberi suara padanya (wanita). Dalam terapi, di sebut sebagai merubah perasaan dan merubah persepsi.

3.  Organisme Bereaksi sebagai Terorganisir yang utuh

Seseorang mungkin lapar, tetapi karena harus menyelesaikan laporan. Maka, orang tersebut akan melewatkan makan siang. Dalam psikoterapi, klien sering menjadi lebih jelas tentang apa yang lebih penting bagi mereka. Sehingga perubahan perilaku di arahkan dalam tujuan untuk di klasifikasikan. Seorang politisi dapat memutuskan untuk tidak mrncalonkan diri untuk mendapatkan jabatan karena ia memutuskan bahwa kehidupan keluarganya lebih penting dari pada mencalonkan diri sebagai pejabat.

4. Organisme mengaktualisasi kecenderungan (The Organism Actualizing Tendency)

Ini adalah prinsip utama dalam tulisan – tulisan dari Kurt Goldstein, Hobart Mowrer, Harry Stack Sullivan, Karen Horney, dan Andras Angyai. Untuk nama hanya beberapa. Perjuangan untuk mengajarkan anak dalam belajar jalan adalah sebuah contoh. Ini adalah keyakinan Rogers dan keyakinan sebagaian besar teori kepribadian yang lain. Di beri pilihan bebas dan tidak adanya kekuatan eksternal. Individu lebih memilih untuk menjadi sehat daripada sakit, untuk menjadi independen dari pada bergantung. Dan secara umum untuk mendorong pengembangan optimal dari organisme total.

5.  Frame Internal Referensi

Ini adalah bidang persepsi individu. Ini adalah cara dunia muncul dan sebuah makna yang melekat pada pengalaman dan melibatkan perasaaan. Dari titik orang memiliki pusat pandangan. Kerangka acuan internal memberikan pemahamana sepenuhnya tentang mengapa orang berperilaku seperti yang mereka lakukan. Hal ini harus di bedakan dari penilaian eksternal perilaku, sikap, dan kepribadian.

6.  Konsep Diri

Istilah – istilah mengacu pada gesalt, terorganisir konsisten, konseptual terdiri dari persepsi karakteristik “I” atau “saya” dan persepsi tentang hubungan dari “I” atau “Aku” kepada orang lain dan berbagai aspek kehidupan, bersama dengan nilai – nilai yang melekat pada persepsi ini. Menurut Gesalt kesadaran merupakan cairan dan proses perubahan.

7.  Symbolization

Ini adalah proses di mana individu menjadi sadar. Ada kecenderungan untuk menolak simbolisasi untuk pengalaman berbeda dengan konsep dirinya. Misalnya, orang – orang menganggap dirinya benar akan cenderung menolak simbolisasi tindakan berbohong. Pengalaman ambigu cenderung di lambangkan dengan cara yang konsisten dengan konsep diri. Seorang pembicara kurang percaya diri dapat di lambangkan khalayak diam sebagai terkesan, orang yang percaya diri dapat melambangkan sebuah kelompok yang penuh perhatian dan tertarik.

8.  Penyesuaian Psikologis & Ketidakmampuan Menyesuaikan diri

Hal ini mengacu pada konsistensi, atau kurangnya konsistensi, antara pengalaman individu sensorik dan konsep diri. Sebuah konsep diri yang mencakup unsur – unsur kelemahan dan ketidaksempurnaan memfasilitasi simbolisasi dari pengalaman kegagalan. Kebutuhan untuk menolak atau mendistorsi pengalaman seperti tidak ada dan karena itu menumbuhkan kondisi penyesuaian psikologis.

9.  Organismic Valuing Process

Ini adalah proses yang berkelanjutan di mana individu bebas bergantung pada bukti indra mereka sendiri untuk membuat penilaian. Hal ini yang berbeda dengan sistem fixed menilai intrijected di tandai dengan “kewajiban” dan “keharusan” dan juga dengan apa yang seharusnya benar / salah. Proses menilai organismic konsisten dengan hipotesis.

10.  The Fully Functioning Person

Rogers mendefinisikan mereka yang bergantung pada Organismic valuing process seperti Fully functioning person. Dapat mengalami semua perasaan mereka, ketakutan, memungkinkan kesadaran bergerak bebas di dalam pikiran mereka dan melalui pengalaman mereka.

 

Unsur-Unsur Terapi

1.  Tujuan-tujuan terapeutik

Tujuan dasar dari terapi client-centered adalah menciptakan iklim yang kondusif bagi usaha membantu klien untuk menjadi seorang pribadi yang berfungsi penuh. guna mencapai tujuan terapeutik tersebut, terapis perlu  mengusahakan agar klien bisa memahami hal-hal yang ada di balik topeng yang dikenakannya.

Rogers (1961) menguraikan ciri-ciri orang yang bergerak ke arah menjadi bertambah teraktualkan:

  • Keterbukaan kepada pengalaman

Keterbukaan kepada pengalaman memerlukan memandang kenyataan tanpa mengubah bentuknya supaya sesuai dengan struktur diri yang tersusun lebih dulu. Sebagai lawan kebertahanan, keterbukaan kepada pengalaman menyiratkan menjadi lebih sadar terhadap kenyataan sebagaimana kenyataan itu hadir di luar dirinya. Ia juga berarti bahwa kepercayaan-kepercayaan orang tidak kaku, dia dapat tetap terbuka terhadap pengetahuan lebih lanjut dan pertumbuhan serta bisa menoleransi kedwiartian. Orang memiliki kesadaran atas diri sendiri pada saat sekarang dan kesanggupan mengalami dirinya dengan cara-cara yang baru.

  • Kepercayaan terhadap organisme sendiri

Salah satu tujuan terapi adalah membantu klien dalam membangun rasa percaya terhadap diri sendiri. Acap kali, pada tahap permulaan terapi, keperayaan klien terhadap diri sendiri dan terhadap putusan-putusannya sendiri sangat kecil. Mereka secara khas mencari saran dan jawaban-jawaban dari luar karena pada dasarnya mereka tidak mempercayai kemampuan-kemampuan dirinya untuk mengarahkan hidupnya sendiri. Dengan meningkatnya keterbukaan klien kepada pengalaman-pengalamannya sendiri, kepercayaan klien kepada dirinya sendiri pun mulai timbul.

  • Tempat evaluasi internal

Tempat evaluasi internal, yang berkaitan dengan kepercayaan diri, berarti lebih banyak mencari jawaban-jawaban kepada diri sendiri bagi masalah-masalah keberadaannya. Orang semakin menaruh perhatian pada pusat dirinya ketimbang mencari pengesahan bagi kepribadiannya dari luar. Dia mengganti persetujuan universal dari orang lain dengan persetukjuan dari diri sendiri. Dia menetapkan standar-standar tingkah laku dan melihat ke dalam dirinya sendiri dalam membuat putusan-putusan dan pilihan-pilihan bagi hidupnya.

  • Kesediaan untuk menjadi suatu proses

Konsep tentang diri dalam proses pemenjadian, yang merupakan lawan dari konsep tentang diri sebagai produk, sangat penting. Meskipun klien boleh jadi menjalani terapi untuk mencari sejenis formula untuk membangun keadaan berhasil dn berbahagia (hasil akhir), mereka menjadi sadar bahwa pertumbuhan adalah suatu proses yang berkesinambungan. Para klien dalam terapi berada dalam proses pengujian persepsi-persepsi dan kepercayaan-kepercayaan serta membuka diri bagi pengalaman baru dan revisi-revisi alih-alih menjadi wujud yang membeku.

 

2.  Fungsi dan peran terapis

Peran terapis client-centered berakar pada cara-cara keberadaanny dan sikap-sikapnya, bukan pada penggunaan teknik-teknik yang dirancang untuk menjadikan klien “berbuat sesuatu”. Pada dasarnya, terapis menggunakan dirinya sendiri sebagai alat untuk mengubah. Dengan menhadapi klien pada taraf pribadi-ke-pribadi, maka “peran” terapis adalah tanpa peran. Adapun fungsi terapis adalah membangun suatu iklim terapeutik yang menunjang pertumbuhan klien.

Jadi, terapis client-centered membangun hubungan yang membantu di mana klien akan menjadi kebebasan yang membantu di mana klien akan mengami kebebasan yang diperlukan untuk mengeksplorasi area-area hidupnya yang sekarang diingkari atau didistorsinya. Klien menjadi kurang defensif dan menjadi lebih terbuka terhadap kemungkinan-kemungkinan yang ada dalam dirinya maupun dalam dunia.

Yang pertama dan terutama, terapis harus bersedia menjadi nyata dalam hubungan dengan klien. Terapis menghadapi klien berlandaskan pengalaman dari saat ke saat dan membantu klien dengan jalan memasuki dunianya alih-alih menurut kategori diagnostik yang telah dipersiapkan. Melalui perhatian yang tulus, respek, penerimaan, dan pengertian terapis, klien bisa menghilangkan pertahanan-pertahanan dan persepsi-persepsinya yang kaku serta bergerak menuju taraf fungsi peribadi yang lebih tinggi.

3.  Hubungan antara terapis dan klien

Terapis mampu menjangkau dunia pribadi klien sebagaimana dunia pribadi itu diamati dan didasarkan oleh klien, tanpa kehilangan identitas dirinya yang terpisah dari klien, maka perubahan yang konstruktif akan terjadi.

 

Teknik-Teknik Terapi

Morse dan Watson (1977) mengungkapkan terapis client-centered juga harus memegang sikap menerima dan menganggap positif terhadap kliennya. Terapis juga harus memiliki keinginan yang terus menerus untuk memahami dunia pribadi kliennya, dan dia harus berkomunikasi memahami dengan empati.

Ada sejumlah teknik tertentu yang membantu terapis dalam interaksi dengan klien. Salah satu teknik adalah dengan clarification of the client’s feelings, dimana akan mencerminkan perasaan klien. Teknik lain adalah simple acceptance, restatement of content, dan nondirective leads.

Simple acceptance: dimana terapis memngusahakan klien dapat menerima keterangan dari terapis, menambah komunikasi sebagai pemahaman secara empati dan hal positif tanpa syarat. Hal ini dapat dilakukan baik secara verbal dan nonverbal.

Restatement of content: untuk membantu pemahaman klien dari masalah yang mungkin membingungkan.

Nondirective leads: intinya jelas dalam awal terapi. Terapi membantu klien untuk mengembangkan topik dan untuk mengarahkan diskusi dalam situasi terapi.

LOGOTERAPI (FRANKL)

Konsep Dasar Pandangan Frankl tentang Perilaku/Kepribadian

Ada tiga landasan filosofis logoterapi (Koeswara,1992):

1.  Kebebasan berkehendak (freedom of will)

Kebebasan yang dibahas oleh konsep Frankel ada tiga hal:

  • Insting-insting naluriah

Menurut Frankl, manusia memiliki insting-insting, akan tetapi insting-instingnya tersebut tidak menguasainya, sehingga manusia bebas untuk menentukan apakah ia akan mengikuti atau menolak insting-instingnya tersebut.

  • Disposisi yang diturunkan (inherited disposition)

Secara genetik, individu mungkin memiliki sifat-sifat dasar yang diwariskan, akan tetapi bagaimana individu mengaktualisasikan sifatnya tersebut , tergantung pada keputusan dirinya sendiri.

  • Lingkungannya

Melalui pengalamannya di kamp konsentrasi, Frankl menemukan bahwa ternyata lingkungan tidak dapat membentuk manusia, tetapi tergantung pada bagaimana sikap manusia terhadap lingkungan yang dihadapinya. Seperti yang terjadi pada kamp konsentrasi tersebut, dalam menghadapi kelaparan, ada manusia-manusia yang berubah menjadi seperti hewan yang ganas untuk mempertahankan hidupnya, tetapi ada juga yang mencapai pemenuhan kehidupan spiritualnya, seperti contoh doa yang telah ditemukan dalam kamp konsentrasi di Ravensbruck:

“Tuhan, ingatlah,

Tidak hanya kepada orang-orang yang berkehendak baik, tetapi juga kepada semua orang yang berkehendak buruk, jangan hanya mengingat semua penderitaan yang mereka timpakan kepada kami. Ingatlah buah-buah yang kami hasilkan akibat penderitaan ini: persahabatan, kesetiaan, kerendahan hati, keberanian dan kemurahan hati kami, semuanya itu merupakan keluhuran yang diinspirasikan oleh semua penderita ini.

Dan jika tiba saatnya mereka harus diadili, biarkanlah semua buah yang telah kami hasilkan ini menjadi pahala dan pengampuan mereka”

(De Mello,1997:158)

     Seperti yang pernah dibahas, manusia memiliki kebebasan dalam keterbatasan yang dimilikinya. Sebagai individu yang dibatasi oleh kondisi-kondisi biologis, psikologis dan sosiologis, manusia memiliki kebebasan dalam menentukan sikapnya terhadap kondisi tersebut dan manusia memiliki tanggung jawab atas pilihannya itu.

  • Keinginan akan makna ( the will to meaning)

Frankl mengatakan bahwa yang dibutuhkan manusia bukanlah homeostatis, melainkan noodinamik, yakni tegangan pada tingkat tertentu yang berasal dari sifat menuntut yang lekat terdapat pada makna, dan mengarahkan manusia erhadap nilai-nilai yang akan dan harus direalisasikannya.

 

  • Makna hidup ( the meaning of life)

Frankl mngkelompokan makna hidup menjadi tiga bagian:

  1. Creative values, yaitu nilai-nilai yang dipenuhi atau diaktualisasikan dengan melakukan tindakan kreatif.
  2. Experiental values, yaitu nilai-nilai yang disadari dengan mengalami kebaikan, kebenaran dan keindahan atau dengan mengalami cinta kepada manusia. Menyadari nilai-nilai ini berarti kita menerima dunia sebagaimana adanya.

“ but they can also give meaning to their lives by realizing experiential values, by experiencing the good, the true and the beautiful, or by knowing one single human beingin all his uniqueness, and to experience one human being as unique means to love him” (Frankl,1968: xix)

  1. Attitudinal values, yaitu penemuan makna dengan cara bagaimana seseorang menghadapi nasibnya, kesukaannya, dengan menemukan makna dari sesuatu yang tidak dapat diubah, penderitaan yang tidak dapat dihindari. Contohnya adalah seperti orang-orang yang menjalani kehidupan yang lebih bermakna setelah mereka mengalami cobaan atau sakit keras yang membuat mereka menemukan nilai hidup yang sebenarnya.

 

Unsur-Unsur Terapi

1.  Munculnya Gangguan

Logoterapi ini biasanya dilakukan untuk klien-klien yang mengalami PTSD (Post Traumatic Stress Disorder), karena biasanya orang yang stres akibat trauma cenderung menyalahkan dirisendiri bahkan bisa ke resiko mencederai diri dan orang lain.

2.  Tujuan Terapi

Tujuan dari logoterapi adalah agar setiap pribadi:

  • memahami adanya potensi dan sumber daya rohaniah yang secara universal ada pada setiap orang terlepas dari ras, keyakinan dan agama yang dianutnya;
  • menyadari bahwa sumber-sumber dan potensi itu sering ditekan, terhambat dan diabaikan bahkan terlupakan.
  • memanfaatkan daya-daya tersebut untuk bangkit kembali dari penderitaan untuk mampu tegak kokoh menghadapi berbagai kendala, dan secara sadar mengembangkan diri untuk meraih kualitas hidup yang lebih bermakna

3.  Peran Terapis

Peranan dan Kegiatan Terapis

Menurut Semiun (2006) terdapat beberapa peranan dan kegiatan terapis dapat dikemukakan secara singkat di bawah ini.

  • Menjaga hubungan yang akrab dan pemisahan ilmiah.

Terapis pertama-tama harus menciptakan hubungan antara klien dengan mencari keseimbangan antara dua ekstrem, yakni hubungan yang akrab (seperti simpati) dan pemisahan secara ilmiah (menangani klien sejauh ia melibatkan diri dalam teknik terapi).

  • Mengendalikan filsafat pribadi

Maksudnya adalah terapis tidak boleh memindahkan filsafat pribadi pada klien, karena logotherapy digunakan untuk menangani masalah-masalah yang menyangkut nilai-nilai dan masalah spiritual, seperti aspirasi terhadap hidup yang bermakna, makna cinta, makna penderitaan, dan sebagainya.

  • Terapis bukan guru atau pengkhotbah

Terapis adalah seorang spesialis mata dalam pengertian bahwa ia memberi kemungkinan kepada klien untuk melihat dunia sebagaimana adanya, dan bukan seorang pelukis yang menyajikan dunia sebagaimana ia sendiri melihatnya.

  • Memberi makna lagi pada hidup

Salah satu tujuan logotherapy adalah menemukan tujuan dan maksud keberadaannya. Kepada klien bahwa setiap kehidupan memiliki potensi-potensi yang unik dan tugas utamanya adalah menemukan potensi-potensi itu. Pemenuhan tugas ini memberi makna pada kepada hidupnya.

  • Memberi makna lagi pada penderitaan

Di sini, terapis harus menekan bahwa hidup manusia dapat dipenuhi tidak hanya dengan menciptakan sesuatu atau memperoleh sesuatu, tetapi juga dengan menderita. Manusia akan mengalami kebosanan dan apati jika ia tidak mengalami kesulitan atau penderitaan.

  • Menekankan makna kerja

Tugas terapis adalah memperlihatkan makan pada pekerjaan itu sehingga nilai-nilai yang dimiliki oleh orang-orang yang bekerja berubah. Tanggunga jawab terhadap hidup dipikul oleh setiap orang dengan menjawab kepada situasi-situasi yang ada. Ini dilakukan bukan dengan perkataan, melainkan dengan tindakan. Kesadaran akan tanggung jawab timbul dari kesadaran akan tugas pribadi yang konkret dan unik.

  • Menekankan makna cinta

Tugas terapis adalah menuntut klien untuk mencintai dalam tingkat spiritual atau tidak mengacaukan cinta seksual dengan cinta spiritual yang menghidupi pengalaman orang lain dalam semua keunikan dan keistimewaannya.

TEKNIK-TEKNIK LOGOTERAPI

1.  Intensi Paradoksikal

Teknik intensi paradoksikal merupakan teknik yang dikembangkan Frankl berdasarkan kasus kecemasan antispatori, yaitu kecemasan yang ditimbulkan oleh antisipasi individu atas suatu situasi atau gejala yang ditakutinya. Intensi paradoksikal adalah keinginan terhadap sesuatu yang ditakuti.

 

2.  Derefleksi

Derefleksi merupakan teknik yang mencoba untuk mengalihkan perhatian berlebihan ini pada suatu hal di luar individu yang lebih positif. Derefleksi memanfaatkan kemampuan transendensi diri yang ada pada manusia. Dengan teknik ini individu diusahakan untuk membebaskan diri dan tak memperhatikan lagi kondisi yang tidak nyaman untuk kemudian lebih mencurahkan perhatian kepada hal-hal lain yang positif dan bermanfaat. Dengan berusaha mengabaikan keluahannya, kemudian mengalihkannya pada hal-hal yang bermanfaat, gejala, kemudian mengalihkannya pada hal-hal yang bermanfaat, gejala hyper intention akan menghilang (Bastaman, 1995).

 

3.  Bimbingan Rohani

Bimbingan rohani adalah metode yang khusus digunakan terhadap pada penanganan kasus dimana individu berada pada penderitaan yang tidak dapat terhindarkan atau dalam suatu keadaan yang tidak dapat dirubahnya dan tidak mampu lagi berbuat selain menghadapinya. Pada metode ini, individu didorong untuk merealisasikan nilai bersikap dengan menunjukkan sikap positif terhadap penderitaanya dalam rangka menemukan makna di balik penderitaan tersebut.

Daftar Pustaka

  • Corey, Gerald. 1995. Teori dan Praktek dari Konseling dan Psikoterapi. Semarang: IKIP Semarang Press.
  • Corsini, R. (2000). CURRENT PSYCHOTHERAPIES. Itasca , Illinois: F.E. PeacockPublishers.
  • Murad, J. (2006). Dasar – Dasar Konseling. Jakarta: Universitas Indonesia.
  • Palmer, Stephen. 2010. Pengantar Konseling dan Psikoterapi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
  • Semiun, Y. (2010). Kesehatan Mental 3. Yogyakarta: Kanisius.

 

Read Full Post »

“Seorang insinyur teknik industry yang berusia 35 tahun berkonsultasi dengan kami untuk mengatasi ketakutannya naik pesawat terbang ketika ia mendapatkan promosi jabatan yang membuatnya sering melakukan perjalanan. Promosi jabatan tersebut merupakan hasil prestasi kerja selama beberapa tahun dalam pekerjaan di belakang meja di perusahaan terkait. Perjalanan dengan keluarga selalu dilakukan dengan mengendarai mobil atau naik kereta api, dan orang-orang dekatnya berkompromi dengan ketakutannya yang merusak untuk naik pesawat terbang. Bayangkan perasaannya yang bercampur baur ketika diberitahu bahwa ia mendapat promosi tersebut! Ambisi dan harga dirinya dan dorongan dari keluarga dan teman-teman mendorongnya untuk mencari bantuan.”

      Penanganan psikoanalisis terhadap fobia berupaya mengungkap konflik-konflik yang ditekan yang diasumsikan mendasari ketakutan ekstrem dan karakteristik penghindaran dalam gangguan ini. Karena fobia dianggap sebagai simtom dari konflik-konflik yang ada di baliknya, fobia biasanya tidak secara langsung ditangani. Memang, upaya langsung untuk mengurangi penghindaran fobik dikontraindikasikan karena fobia diasumsikan melindungi orang yang bersangkutan dari berbagai konflik yang ditekan yang terlalu menyakitkan untuk dihadapi.

      Dalam berbagai kombinasi analis menggunakan berbagai teknik yang dikembangkan dalam tradisi psikoanalisis untuk membantu mengangkat represi. Dalam asosiasi bebas analis mendengarkan dengan penuh perhatian apa yang disebutkan pasien terkait dengan setiap rujukan mengenai fobia. Analis juga berupaya menemukan berbagai petunjuk terhadap penyebab fobia yang ditekan dalam isi mimpi yang tampak jelas. Apa yang diyakini analis mengenai penyebab yang ditekan tersebut tergantung pada teori psikoanalisis tertentu yang dianutnya. Seorang analis ortodoks akan mencari konflik-konflik yang berkaitan dengan seks arau agresi, sedangkan analis yang menganut teori interpersonal dari Arieti akan mendorong pasien untuk mempelajari generalisasi ketakutannya terhadap orang lain.

Gerald C Davidson, John M. Neale, Ann M Kring., (2012), Psikologi Abnormal Edisi ke-9, Jakarta: Rajawali Pers

Read Full Post »

Tugas 1 Psikoterapi

PENGANTAR

 

Pengertian Psikoterapi

Psikoterapi yang terlahir pada pertengahan dan akhir abad yang lalu, secara etimologis mempunyai arti sederhana, yakni “psyche” yang artinya jiwa dan “therapy” dari Bahasa Yunani yang berarti “merawat” atau “mengasuh”’ sehingga psikoterapi dalam arti sempitnya adalah “perawatan terhadap aspek kejiwaan” seseorang. Dalam Oxford English Dictionary, kata “psychotherapy” tidak tercantum, tetapi ada perkataan “psychoterapeutis” yang diartikan sebagai perawatan terhadap sesuatu penyakit dengan mempergunakan teknik psikologis untuk melakukan intervensi psikis.

Psikoterapi didasarkan pada fakta bahwa aspek-aspek mental manusia seperti cara berpikir, proses emosi, persepsi, believe system, kebiasaan dan pola perilaku bisa diubah dengan pendekatan psikologis.

Tujuan psikoterapi antara lain:

  • Menghapus, mengubah atau mengurangi gejala gangguan psikologis.
  • Mengatasi pola perilaku yang terganggu.
  • Meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan kepribadian yang positif.
  • Memperkuat motivasi klien untuk melakukan hal yang benar.
  • Menghilangkan atau mengurangi tekanan emosional.
  • Mengembangkan potensi klien.
  • Mengubah kebiasaan menjadi lebih baik.
  • Memodifikasi struktur kognisi (pola pikiran).
  • Memperoleh pengetahuan tentang diri / pemahaman diri.
  • Mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan interaksi sosial.
  • Meningkatkan kemampuan dalam mengambil keputusan.
  • Membantu penyembuhan penyakit fisik.
  • Meningkatkan kesadaran diri.
  • Membangun kemandirian dan ketegaran untuk menghadapi masalah.
  • Penyesuaian lingkungan sosial demi tercapai perubahan dan masih banyak lagi.

Unsur Terapi

  1. Dua individu saling terikat dalam interaksi yang bersifat rahasia, dimana klien akan dibukakan jalan untuk menjadi tahu.
  2. Interaksi umumnya terbatas pada pertukaran verbal.
  3. Interaksi berlangsung dalam jangka waktu lama.
  4. Hubungan bertujuan untuk mengubah perilaku tertentu pada klien, yang telah disetujui oleh kedua pihak.

Perbedaan Konseling dan Psikoterapi

Screen Shot 2016-03-25 at 6.05.30 AM

Beberapa Pendekatan Psikoterapi Mental Illness

  1. Biological. Meliputi keadaan mental organic, penyakit afektif, psikosis dan penyalahgunaan zat. Menurut Dr. John Grey, Psikiater Amerika (1854) pendekatan ini lebih manusiawi. Pendapat yang berkembang waktu itu adalah penyakit mental disebabkan karena kurangnya insulin
  2. Psychological. Meliputi suatu peristiwa pencetus dan efeknya terhadap perfungsian yang buruk, sekuel pasca-traumatik, kesedihan yang tak terselesaikan, krisis perkembangan, gangguan pikiran dan respon emosional penuh stress yang ditimbulkan. Selain itu pendekatan ini juga meliputi pengaruh sosial, ketidakmampuan individu berinteraksi dengan lingkungan dan hambatan pertumbuhan sepanjang hidup individu.
  3. Sosiological. Meliputi kesukaran pada sistem dukungan sosial, makna sosial atau budaya dari gejala dan masalah keluarga. Dalam pendekatan ini harus mempertimbangkan pengaruh proses-proses sosialisasi yang berlatarbelakangkan kondisi sosio-budaya tertentu.
  4. Philoshopic. Kepercayaan terhadap martabat dan harga diri seseorang dan kebebasan diri seseorang untuk menentukan nilai dan keinginannya. Dalam pendekatan ini dasar falsafahnya tetap ada, yakni menghargai system nilai yang dimiliki oleh klien, sehingga tidak ada istilah keharusan atau pemaksaan.

TERAPI PSIKOANALISIS

Konsep Dasar Teori Psikoanalisis

Psikoanalisis adalah sebuah model perkembangan kepribadian, filsafat tentang sifat manusia, dan metode psikoterapi.

Adapun Konsep Utama dalam Psikoanalisa :

  1. Struktur Kepribadian

  • Id

Id adalah komponen biologis, system kepribadian yang orisinil; kepribadian setiap orang hanya terdiri dari id ketika dilahirkan. Id bersifat tidak logis, amoral, dan di dorong oleh suatu kepentingan.

  • Ego

Ego adalah komponen psikologis, eksekutif dari kepribadian yang memerintah, mengendalikan, dan mengatur. Ego memiliki kontak dengan dunia eksternal dari kenyataan. Tugas utama ego adalah memperantarai naluri dengan lingkungan sekitar. Ego mengendalikan kesadaran dan melaksanakan sensor, dengan diatur oleh asas kenyataan, ego berlaku realistis dannberfikir logis serta merumuskan rencan-renacana tindakan bagi pemuasaan kebutuhan.

  • Superego

Superego adalah cabang moral atau hokum dari kepribadian. Superego memiliki tugas utama yaitu menilai apakah suatu tindakan baik atau buruk, pantas atau tidak pantas untuk dilakukan, benar atau salah. Superego mempreesentasikan nilai-nilai tradisional dan ideal-ideal masyarakat yang diajarkan oleh orang tua pada anaknya.

 

2.  Pandangan Tentang Sifat Manusia

Pandangan Freudian tentang sifat manusia pada dasarnya pesimistik, deterministic, mekanistik, dan reduksionistik. Menurut Freud, manusia dideterminasi oleh kekuatan irasional, motivasi-motivasi tidak sadar, kebutuhan-kebutuhan dan dorongan-dorongan biologis dan naluriah, dan peristiwa-peristiwa psikoseksual yang terjadi selama lima tahun pertama dari kehidupan.

 

3.   Kesadaran dan Ketidaksadaran

Ketidaksadaran dipelajari melalui tingkah laku, pembuktian secara klinis guna membuktikan konsep ketidaksadaran yang mencakup mimpi-mimpi, salah ucap atau lupa, sugesti-sugesti pascahipnotik, bahan-bahan yang bersal dari teknik asosiasi bebas, dan bahan yang berasal dari teknik proyektif.

Bagi Freud, kesadaran merupakan bagian terkecil dari keseluruhan jiwa. Seperti gunung es yang mengapung dimana bagian terbesarnya berada di bawah permukaan air, bagian jiwa yang terbesar berada di bawah permukaan kesadaran.

Sasaran terapi psikoanalitik adalah membuat motif tak sadar menjadi disadari, sebab hanya ketika menyadari motifnya individu bisa melakasanakan pilihan.

konsep ketaksadaran

  • mimpi2 → merupakan representative simbolik dari kebutuhan2, hasrat2 konflik
  • salah ucap / lupa → thd nama yg dikenal
  • sugesti pascahipnotik
  • bahan2 yg berasal dari teknik2 asosiasi bebas
  • bahan2 yg berasal dari teknik proyektif

 4.   Kecemasan

Kecemasan adalah suatu keadaan tegang yang memotivasi individu untuk berbuat sesuatu. Kecemasan ada tiga, yaitu

  • Kecemasan realisits : ketakutan terhadap bahaya dari dunia eksternal, dan taraf kecemasannya sesuai dengan derajat ancaman yang ada.
  • Kecemasan neurotic : ketakutan terhadap tidak terkendalinya naluri-naluri yang menyebabkan individu melakukan suatu tindakan yang bisa melanggar hukum.
  • Kecemasan moral : ketakutan terhadap hati nurani sendiri

 

Unsur-Unsur Terapi Psikoanalisis

  1. Munculnya masalah atau gangguan

Untuk lebih mengenal karakteristik penyebab masalah atau gangguan yang dialami klien, maka terapis berusaha memunculkan penyebab-penyebab yang menjadi akar permasalahan atau gangguan dari klien dan kemudian terapis memperkuat kondisi psikis klien agar nantinya bila klien mengalami gangguan, diri klien akan lebih siap menghadapi gangguan yang dialami.

  1. Tujuan terapi

  • Fokus pada upaya mengalami kembali pengalaman masa anak-anak.
  • Membentuk kembali struktur karakter individu dengan jalan membuat kesadaran yang tidak disadari di dalam diri klien.
  1. Peran terapis

  • Terapis memberikan perhatian khusus pada penolakan klien.
  • Mendengarkan kesenjangan-kesenjangan dan pertentangan-pertentangan pada cerita klien.
  • Membangun hubungan kerja dengan klien, yaitu dengan banyak mendengar dan menafsirkan.
  • Membantu klien dalam mencapai kesadaran diri, kejujuran, keefektifan dalam melakukan hubungan personal dalam menangani kecemasan secara realistis.

 

Teknik psikonalisis

Teknik-teknik psikoanalisis disesuaikan untuk meningkatkan kesadaran, memperoleh pemahaman intelektual atas tingkah laku klien, serta untuk memahami makna dari beberapa gejala. Untuk itu diperlukan teknik-teknik dasar psikoanalisis, yaitu: Asosiasi Bebas, Analisis Mimpi, Resistensi, dan Transferensi (Corey dalam Riyanti & Prabowo, 1998)

 

  1. Asosiasi Bebas

Asosiasi bebas merupakan teknik utama dalam pasikoanalisis. Suatu metode pemanggilan kembali pengalaman-pengalaman masa lalu dan pelepasan emosi-emosi yang berkaitan dengan situasi-situasi traumatik di masa lalu. Dalam teknik ini, terapis meminta klien untuk membersikan pikirannya dari pikiran-pikiran dan renungan-renungan sehari-hari, serta sedapat mungkin mengatakan apa saja yang muncul dan melintas dalam pikiran.

 

2.   Penafsiran

Penafsiran merupakan prosedur dasar dalam menganalisis asosiasi bebas, mimpi-mimpi, resistensi, dan transferensi. Caranya adalah dengan tindakan-tindakan terapis untuk menyatakan, menerangkan, dan mengajarkan klien makna-makna tingkah laku apa yang dimanifestasikan dalam mimpi, asosiasi bebas, resistensi, dan hubungan terapeutik itu sendiri. Penafsiran yang diberikan oleh terapis menyebabkan adanya pemahaman dan tidak terhalanginya alam bawah sadar pada diri klien (Corey dalam Riyanti & Prabowo, 1998)

 

3.   Analisis Mimpi

Analisis mimpi adalah prosedur atau cara yang penting untuk nengungkap alam bawah sadar dan memberikan kepada klien pemahaman atas beberapa area masalah yang tidak terselesaikan. Selama tidur, pertahanan-pertahanan melemah, sehingga perasaan-perasaan yang direpres akan muncul ke permukaan, meski dalam bentuk lain. Freud memandang bahwa mimpi merupakan “jalan istimewa menuju ketidaksadaran”, karena melalui mimpi tersebut hasrat-hasrat, kebutuhan-kebutuhan, dan ketakutan tak sadar dapat diungkapkan.

Mimpi memiliki dua taraf, yaitu isi laten dan isi manifest. Isi laten terdiri atas motif-motif yang disamarkan, tersembunyi, simbolik, dan tidak disadari. Karena begitu menyakitkan dan mengancam, maka dorongan-dorongan seksual dan perilaku agresif tak sadar (yang merupakan isi laten) ditransformasikan ke dalam isi manifest yang lebih dapat diterima, yaitu impian yang tampil pada si pemimpin sebagaimana adanya. Sementara tugas terapis adalah mengungkap makna-makna yang disamarkan dengan mempelajari simbol-simbol yang terdapat dalam isi manifest. Di dalam proses terapi, terapis juga dapat meminta klien untuk mengasosiasikan secara bebas sejumlah aspek isi manifest impian untuk mengungkap makna-makan yang terselubung (Corey dalam Riyanti & Prabowo, 1998)

4.   Resistensi

Resistensi adalah sesuatu yang melawan kelangsungan terapi dan mencegah klien mengemukakan bahan yang tidak disadari. Selama asosiasi bebas dan analisis mimpi, klien dapat menunjukkan ketidaksediaan untuk menghubungkan pikiran, perasaan, dan pengalaman tertentu. Freud memandang bahwa resistensi dianggap sebagai dinamika tak sadar yang digunakan oleh klien sebagai pertahanan terhadap kecemasan yang tidak bisa dibiarkan, yang akan meningkat jika klien menjadi sadar atas dorongan atau perasaan yang direpres tersebut.

Dalam proses terapi, resistensi bukanlah sesuatu yang harus diatasi, karena merupakan perwujudan dari pertahanan klien yang biasanya dilakukan sehari-hari. Resistensi ini dapat dilihat sebagai sarana untuk bertahan klien terhadap kecemasan, meski sebenarnya menghambat kemampuannya untuk menghadapi hidup yang lebh memuaskan (Corey, 1995).

 

5.   Transferensi

Resistensi dan transferensi merupakan dua hal inti dalam terapi psikoanalisis. Transferensi dalam keadaan normal adalah pemindahan emosi dari satu objek ke objek lainnya, atau secara lebih khusus pemindahan emosi dari orangtua kepada terapis. Dalam keadaan neurosis, merupakan pemuasan libido klien yang diperoleh melalui mekanisme pengganti atau lewat kasih sayang yang melekat dan kasih sayang pengganti. Seperti ketika seorang klien menjadi lekat dan jatuh cinta pada terapis sebagi pemindahan dari orangtuanya (Chaplin, 1995).

Ketika dalam proses terapi ketika “urusan yang tidak selesai” (unfinished business) masa lalu klien dengan orang-orang yang dianggap berpengaruh menyebabkan klien mendistorsi dan bereaksi terhadap terapis sebagaimana dia beraksi terhadap ayah/ibunya. Dalam hubungannya dengan terapis, klien mengalami kembali perasaan menolak dan membenci sebagaimana yang dulu dirasakan kepada orangtuanya. Tugas terapis adalah membangkitkan neurosis transferensi klien dengan kenetralan, objektivitas, keanoniman, dan kepasifan yang relative. Dengan cara ini, maka diharapkan klien dapat menghidupkan kembali masa lampaunya dalam terapi dan memungkinkan klien mampu memperoleh pemahaman atas sifat-sifat dari fiksasi-fiksasi, konflik-konflik, atau deprivasi-deprivasinya, serta mengatakan kepada klien suatu pemahaman mengenai pengaruh masa lalu terhadap kehidupannya saat ini (Corey, 1995).

 

Daftar Pustaka

Read Full Post »