Archive for April, 2016

Rina mahasiswa semester akhir di sebuah universitas ternama di Jakarta. Saat ini dia merasa tak tenang karena akan dilamar oleh pria yang dijodohkan oleh orang tuanya. Mereka sudah pernah bertemu pada acara keluarga, menurutnya pemuda itu mempunyai akhlak yang baik dan sudah bekerja sebagai dosen di perguruan tinggi swasta. Siska menjadi ragu untuk menghadapi lamaran itu karena selama ini dia tidak pernah memiliki teman pria yang special atau bisa disebut pacar. Karena teman laki-laki Siska dulu saat masih SMA sudah meninggal karena kecelakaan saat mereka berdua berboncengan motor dari pulang sekolah. Sejak informasi bahwa ada pemuda yang akan melamarnya, perasaannya menjadi asing, dia ingin memberikan kepercayaan namun sangat sulit baginya. Siska selalu terbayang bahwa dia bisa saja kehilangan lagi orang yang dia kasihi, namun disisi lain Siska merasakan kesepian dan membutuhkan seorang teman yang bisa memahaminya. Ketidakkonsistenan dan pertentangan ini membuat siska menjadi bingung. Hingga akhirnya memutuskan untuk menemui konselor.

Proses Konseling :

Konselor memahami klien untuk menyadari keberadaannya dalam dunia. Memberikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan-perasaannya secara bebas. maka konselor selanjutnya memberikan reaksi-reaksi pribadi dalam kaitan dengan apa yang diungkapkan oleh klien. Konselor terlibat dalam sejumlah pernyataan pribadi relevan dan pantas tentang pengalaman klien, dimana pada klien merasakan kesepian dan kekhawatiran kehilangan kembali orang yang dicintainya.

Konselor meminta kepada klien untuk mengungkapkan ketakutannya terhadap keharusan memilih dalam dunia yang pasti. Ketakutan klien dalam mengahadapi realitas bahwa ada pemuda yang akan melamarnya dan hubungannya dengan kehilangan orang yang pernah dikasihinya. Konselor menantang klien untuk melihat seluruh cara dia menghindari pembuatan keputusan dengan berasumsi akan kehilangan orang yang dikasihinya lagi jika membuka hati nya untuk pemuda yang akan melamarnya dan konselor memberikan penilaian terhadap penghindaran yang dilakukan klien.

Konselor mendorong klien untuk memeriksa jalan hidupnya pada periode sejak memulai proses konseling. Selanjutnya konselor memberitahukan kepada klien bahwa ia sedang mempelajari bahwa apa yang dialaminya adalah suatu sifat yang khas sebagai manusia bahwa dia pada akhirnya sendiri, bahwa dia akan mengalami kecemasan atas ketidakpastian keputusan yang dibuatnya, dank lien akan berjuang untuk menetapkan makan kehidupannya di dunia yang sering tampak tak bermakna.

Corey, Gerald. 1995. Teori dan Praktek dari Konseling dan Psikoterapi. Semarang: IKIP Semarang Press

Murad, J. (2006). Dasar – Dasar Konseling. Jakarta: Universitas Indonesia.

Read Full Post »

Tugas 2 Psikoterapi

Terapi Eksistensial Humanistik

     Terapi eksistensial humanistik adalah terapi yang sesuai dalam memberikan bantuan kepada klien. Karena teori ini mencakup pengakuan eksistensialisme terhadap kekacauan, keniscayaan, keputusasaan manusia kedalam dunia tempat dia bertanggung jawab atas dirinya

     Menurut kartini kartono dalam kamus psikologinya mengatakan bahwa terapi eksistensial humanistik adalah salah satu psikoterapi yang menekankan pengalaman subyektif individual kemauan bebas, serta kemampuan yang ada untuk menentukan satu arah baru dalam hidup

    Psikologi eksistensial-humanistik berfokus pada kondisi manusia. Pendekatan ini terutama adalah suatu sikap yang menekanka pada pemahaman atas manusia alih-alih suatu sistem teknik –teknik yang digunakan untuk mempengaruhi klien

 

Konsep Dasar Pandangan Humanistik Eksistensial Tentang Perilaku atau Kepribadian

1.  Kesadaran Diri

Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri, suatu kesanggupan yang unik dan nyata yang memungkinkan manusia mampu berpikir dan memutuskan. Semakin kuat kesadaran diri seorang, maka akan semakin besar pula kebebasan yang ada pada orang itu. Kesadaran untuk memilih alternatif-alternatif yakni memutuskan secara bebas didalam kerangka pembatasnya adalah suatu aspek yang esensial pada manusia. Kebebasan memilih dan bertindak itu disertai tanggung jawab. Para ekstensialis menekan manusia bertanggung jawab atas keberadaan dan nasibnya.

 

2.  Kebebasan, tanggung jawab, dan kecemasan

Kesadaran atas kebebasan dan tanggung jawab bisa menimbulkan kecemasan yang menjadi atribut dasar pada manusia. Kecemasan ekstensial bisa diakibatkan atas keterbatasannya dan atas kemungkinan yang tak terhindarkan untuk mati (nonbeing). Kesadaran atas kematian memiliki arti penting bagi kehidupan individu sekarang, sebab kesadaran tersebut menghadapkan individu pada kenyataan bahwa dia memiliki waktu yang terbatas untuk mengaktualkan potensi-potensinya.

 

3.  Penciptaan Makna

Manusia itu unik dalam arti bahwa ia berusaha untuk menentukan tujuan hidup dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan. Menjadi manusia juga berarti menghadapi kesendirian (manusia lahir sendirian dan mati sendirian pula). Walaupun pada hakikatnya sendirian, manusia memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan sesamanya dalam suatu cara yang bermakna, sebab manusia adalah mahluk rasional. Kegagalan dalam menciptakan hubungan yang bermakna bisa menimbulkan kondisi-kondisi isolasi dipersonalisasi, alineasi, kerasingan, dan kesepian.

 

Unsur-Unsur Terapi

1.  Munculnya gangguan

Model humanistik kepribadian, psikopatologi, dan psikoterapi awalnya menarik sebagian besar konsep-konsep dari filsafat eksistensial, menekankan kebebasan bawaan manusia untuk memilih, bertanggung jawab atas pilihan mereka, dan hidup sangat banyak pada saat ini. Hidup sehat di sini dan sekarang menghadapkan kita dengan realitas eksistensial menjadi, kebebasan, tanggung jawab, dan pilihan, serta merenungkan eksistensi yang pada gilirannya memaksa kita untuk menghadapi kemungkinan pernah hadir ketiadaan. Pencarian makna dalam kehidupan masing-masing individu adalah tujuan utama dan aspirasi tertinggi. Pendekatan humanistik kontemporer psikoterapi berasal dari tiga sekolah pemikiran yang muncul pada 1950-an, eksistensial, Gestalt, dan klien berpusat terapi.

2.  Tujuan Terapi

  • Membantu individu menemukan nilai, makna, dan tujuan hidup manusia sendiri.
  • Menyajikan kondisi-kondisi untuk memaksimalkan kesadaran diri dan pertumbuhan.
  • Menghapus penghambat-penghambat aktualisasipotensi pribadi.
  • Membantu klien menemukan dan menggunakan kebebasan memilih dan bertanggung jawab atas arah kehidupan sendiri.
  • Agar klien mengalami keberadaannya secara otentik dengan menjadi sadar atas keberadaan dan potensi-potensi serta sadar bahwa ia dapat membuka diri dan bertindak berdasarkan kemampuannya.

Terdapat tiga karakteristik dari keberadaan otentik:

(1) menyadari sepenuhnya keadaan sekarang,

(2) memilih bagaimana hidup pada saat sekarang, dan

(3) memikul tanggung jawab untuk memilih.

 

3.  Peran Terapis

Menurut Buhler dan Allen, para ahli psikoterapi Humanistik memiliki orientasi bersama yang mencakup hal-hal berikut :

  • Mengakui pentingnya pendekatan dari pribadi ke pribadi
  • Menyadari peran dan tanggung jawab terapis
  • Mengakui sifat timbale balik dari hubungan terapeutik.
  • Berorientasi pada pertumbuhan
  • Menekankan keharusan terapis terlibat dengan klien sebagai suatu pribadi yang menyeluruh.
  • Mengakui bahwa putusan-putusan dan pilihan-pilihan akhir terletak di tangan klien.
  • Memandang terapis sebagai model, bisa secara implicit menunjukkan kepada klien potensi bagi tindakan kreatif dan positif.
  • Mengakui kebebasan klien untuk mengungkapkan pandagan dan untuk mengembangkan tujuan-tujuan dan nilainya sendiri.
  • Bekerja kearah mengurangi kebergantungan klien serta meningkatkan kebebasan klien.

 

Teknik Terapi

Teknik utama eksistensial humanistik pada dasarnya adalah penggunaan pribadi konselor dan hubungan konselor-konseli sebagai kondisi perubahan. Namun eksistensial humanistik juga merekomendasikan beberapa teknik (pendekatan) khusus seperti menghayati keberadaan dunia obyektif dan subyektif klien, pengalaman pertumbuhan simbolik (suatu bentuk interpretasi dan pengakuan dasar tentang dimensi-dimensi simbolik dari pengalaman yang mengarahkan pada kesadaran yang lebih tinggi, pengungkapan makna, dan pertumbuhan pribadi).

Teknik dalam terapi ini antara lain:

  • Penerimaan
  • Rasa hormat
  • Pemahaman
  • Menentramkan hati
  • Pertanyaan terbatas
  • Memantulkan pertanyaan dan perasaan

Pada saat terapis menemukan keseluruhan dari diri klien, maka saat itulah proses terapeutik berada pada saat yang terbaik. Penemuan kreatifitas diri terapis muncul dari ikatan saling percaya dan kerjasama yang bermakna dari klien dan terapis. Proses konseling oleh para eksistensial meliputi tiga tahap yaitu:

  1. Tahap pertama, konselor membantu klien dalam mengidentifikasi dan mengklarifikasi asumsi mereka terhadap dunia. Klien diajak mendefinisikan cara pandang agar eksistensi mereka diterima. Konselor mengajarkan mereka bercermin pada eksistensi mereka dan meneliti peran mereka dalam hal penciptaan masalah dalam kehidupan mereka.
  2. Pada tahap kedua, klien didorong agar bersemangat untuk lebih dalam meneliti sumber dan otoritas dari sistem mereka. Semangat ini akan memberikan klien pemahaman baru dan restrukturisasi nilai dan sikap mereka untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dan dianggap pantas.
  3. Tahap ketiga berfokus pada untuk bisa melaksanakan apa yang telah mereka pelajari tentang diri mereka. Klien didorong untuk mengaplikasikan nilai barunya dengan jalan yang kongkrit. Klien biasanya akan menemukan kekuatan untuk menjalani eksistensi kehidupanya yang memiliki tujuan. Dalam perspektif eksistensial, teknik sendiri dipandang alat untuk membuat klien sadar akan pilihan mereka, serta bertanggungjawab atas penggunaaan kebebasan pribadinya.

PERSON-CENTERED THERAPY (ROGERS)

Carl Rogers adalah psikolog humanistik kebangsaan Amerika yang berfokus pada hubungan tarapeutik dan mengembangkan metode baru terapi berpusat pada klien. Rogers adalah salah satu individu yang pertama kali menggunakan istilah klien bukan pasien. Terapi berpusat pada klien berfkous pada peran klien, bukan ahli terapi, sebagai proses kunci penyembuhan. Rogers yakin bahwa setiap orang menjalani hidup di dunia secara berbeda dan mengetahui pengalaman terbaiknya. Menurut Rogers, klien benar – benar “berupaya untuk sembuh” dan dalam hubungan ahli terapi – klien yang suportif dan saling menghargai, klien dapat menyembuhkan dirinya sendiri. Klien berada di posisi terbaik untuk mengetahui pengalamannya sendiri dan memahami pengalamannya tersebut. Untuk memperoleh harga dirinya dan mencapai aktualisasi diri tersebut.

 

Konsep Carl Rogers tentang kepribadian

Berbagai istilah dan konsep yang muncul dalam penyajian teori Rogers mengenai kepribadian dan perilaku yang sering memiliki arti yang unik dan khas dalam orientasi sebagai berikut :

1.  Pengalaman

Pengalaman mengacu pada dunia pribadi individu. Setiap saat, sebagian dari hal ini terkait akan kesadaran. Misalnya, kita merasakan tekanan pena terhadap jari – jari kita seperti yang kita tulis. Beberapa mungkin sulit untuk membawa ke dalam kesadaran, seperti ide, “Aku orang yang agresif”. Sementara kesadaran masyarakat yang sebenarnya dari total lapangan pengalaman mereka mungkin terbatas, setiap individu adalah satu – satunya yang bisa tahu itu seluruhnya.

2.  Realitas

Untuk tujuan psikologis, realitas pada dasarnya adalah dunia pribadi dari persepsi individu, meskipun untuk tujuan sosial realitas terdiri dari orang – orang yang memiliki persepsi tingkat tinggi kesamaan antara berbagai individu. Dua orang akan setuju pada kenyataan bahwa orang tertentu adalah politisi. Satu melihat dirinya sebagai seorang wanita baik yang ingin membantu orang dan berdasarkan kenyataan orang menilai untuk dirinya. Kenyataannya orang lain adalah bahwa politisi menyisihkan uang untuk rakyat dalam memiliki tujuan untuk memenangi hati dari rakyat. Oleh karena itu orang ini memberi suara padanya (wanita). Dalam terapi, di sebut sebagai merubah perasaan dan merubah persepsi.

3.  Organisme Bereaksi sebagai Terorganisir yang utuh

Seseorang mungkin lapar, tetapi karena harus menyelesaikan laporan. Maka, orang tersebut akan melewatkan makan siang. Dalam psikoterapi, klien sering menjadi lebih jelas tentang apa yang lebih penting bagi mereka. Sehingga perubahan perilaku di arahkan dalam tujuan untuk di klasifikasikan. Seorang politisi dapat memutuskan untuk tidak mrncalonkan diri untuk mendapatkan jabatan karena ia memutuskan bahwa kehidupan keluarganya lebih penting dari pada mencalonkan diri sebagai pejabat.

4. Organisme mengaktualisasi kecenderungan (The Organism Actualizing Tendency)

Ini adalah prinsip utama dalam tulisan – tulisan dari Kurt Goldstein, Hobart Mowrer, Harry Stack Sullivan, Karen Horney, dan Andras Angyai. Untuk nama hanya beberapa. Perjuangan untuk mengajarkan anak dalam belajar jalan adalah sebuah contoh. Ini adalah keyakinan Rogers dan keyakinan sebagaian besar teori kepribadian yang lain. Di beri pilihan bebas dan tidak adanya kekuatan eksternal. Individu lebih memilih untuk menjadi sehat daripada sakit, untuk menjadi independen dari pada bergantung. Dan secara umum untuk mendorong pengembangan optimal dari organisme total.

5.  Frame Internal Referensi

Ini adalah bidang persepsi individu. Ini adalah cara dunia muncul dan sebuah makna yang melekat pada pengalaman dan melibatkan perasaaan. Dari titik orang memiliki pusat pandangan. Kerangka acuan internal memberikan pemahamana sepenuhnya tentang mengapa orang berperilaku seperti yang mereka lakukan. Hal ini harus di bedakan dari penilaian eksternal perilaku, sikap, dan kepribadian.

6.  Konsep Diri

Istilah – istilah mengacu pada gesalt, terorganisir konsisten, konseptual terdiri dari persepsi karakteristik “I” atau “saya” dan persepsi tentang hubungan dari “I” atau “Aku” kepada orang lain dan berbagai aspek kehidupan, bersama dengan nilai – nilai yang melekat pada persepsi ini. Menurut Gesalt kesadaran merupakan cairan dan proses perubahan.

7.  Symbolization

Ini adalah proses di mana individu menjadi sadar. Ada kecenderungan untuk menolak simbolisasi untuk pengalaman berbeda dengan konsep dirinya. Misalnya, orang – orang menganggap dirinya benar akan cenderung menolak simbolisasi tindakan berbohong. Pengalaman ambigu cenderung di lambangkan dengan cara yang konsisten dengan konsep diri. Seorang pembicara kurang percaya diri dapat di lambangkan khalayak diam sebagai terkesan, orang yang percaya diri dapat melambangkan sebuah kelompok yang penuh perhatian dan tertarik.

8.  Penyesuaian Psikologis & Ketidakmampuan Menyesuaikan diri

Hal ini mengacu pada konsistensi, atau kurangnya konsistensi, antara pengalaman individu sensorik dan konsep diri. Sebuah konsep diri yang mencakup unsur – unsur kelemahan dan ketidaksempurnaan memfasilitasi simbolisasi dari pengalaman kegagalan. Kebutuhan untuk menolak atau mendistorsi pengalaman seperti tidak ada dan karena itu menumbuhkan kondisi penyesuaian psikologis.

9.  Organismic Valuing Process

Ini adalah proses yang berkelanjutan di mana individu bebas bergantung pada bukti indra mereka sendiri untuk membuat penilaian. Hal ini yang berbeda dengan sistem fixed menilai intrijected di tandai dengan “kewajiban” dan “keharusan” dan juga dengan apa yang seharusnya benar / salah. Proses menilai organismic konsisten dengan hipotesis.

10.  The Fully Functioning Person

Rogers mendefinisikan mereka yang bergantung pada Organismic valuing process seperti Fully functioning person. Dapat mengalami semua perasaan mereka, ketakutan, memungkinkan kesadaran bergerak bebas di dalam pikiran mereka dan melalui pengalaman mereka.

 

Unsur-Unsur Terapi

1.  Tujuan-tujuan terapeutik

Tujuan dasar dari terapi client-centered adalah menciptakan iklim yang kondusif bagi usaha membantu klien untuk menjadi seorang pribadi yang berfungsi penuh. guna mencapai tujuan terapeutik tersebut, terapis perlu  mengusahakan agar klien bisa memahami hal-hal yang ada di balik topeng yang dikenakannya.

Rogers (1961) menguraikan ciri-ciri orang yang bergerak ke arah menjadi bertambah teraktualkan:

  • Keterbukaan kepada pengalaman

Keterbukaan kepada pengalaman memerlukan memandang kenyataan tanpa mengubah bentuknya supaya sesuai dengan struktur diri yang tersusun lebih dulu. Sebagai lawan kebertahanan, keterbukaan kepada pengalaman menyiratkan menjadi lebih sadar terhadap kenyataan sebagaimana kenyataan itu hadir di luar dirinya. Ia juga berarti bahwa kepercayaan-kepercayaan orang tidak kaku, dia dapat tetap terbuka terhadap pengetahuan lebih lanjut dan pertumbuhan serta bisa menoleransi kedwiartian. Orang memiliki kesadaran atas diri sendiri pada saat sekarang dan kesanggupan mengalami dirinya dengan cara-cara yang baru.

  • Kepercayaan terhadap organisme sendiri

Salah satu tujuan terapi adalah membantu klien dalam membangun rasa percaya terhadap diri sendiri. Acap kali, pada tahap permulaan terapi, keperayaan klien terhadap diri sendiri dan terhadap putusan-putusannya sendiri sangat kecil. Mereka secara khas mencari saran dan jawaban-jawaban dari luar karena pada dasarnya mereka tidak mempercayai kemampuan-kemampuan dirinya untuk mengarahkan hidupnya sendiri. Dengan meningkatnya keterbukaan klien kepada pengalaman-pengalamannya sendiri, kepercayaan klien kepada dirinya sendiri pun mulai timbul.

  • Tempat evaluasi internal

Tempat evaluasi internal, yang berkaitan dengan kepercayaan diri, berarti lebih banyak mencari jawaban-jawaban kepada diri sendiri bagi masalah-masalah keberadaannya. Orang semakin menaruh perhatian pada pusat dirinya ketimbang mencari pengesahan bagi kepribadiannya dari luar. Dia mengganti persetujuan universal dari orang lain dengan persetukjuan dari diri sendiri. Dia menetapkan standar-standar tingkah laku dan melihat ke dalam dirinya sendiri dalam membuat putusan-putusan dan pilihan-pilihan bagi hidupnya.

  • Kesediaan untuk menjadi suatu proses

Konsep tentang diri dalam proses pemenjadian, yang merupakan lawan dari konsep tentang diri sebagai produk, sangat penting. Meskipun klien boleh jadi menjalani terapi untuk mencari sejenis formula untuk membangun keadaan berhasil dn berbahagia (hasil akhir), mereka menjadi sadar bahwa pertumbuhan adalah suatu proses yang berkesinambungan. Para klien dalam terapi berada dalam proses pengujian persepsi-persepsi dan kepercayaan-kepercayaan serta membuka diri bagi pengalaman baru dan revisi-revisi alih-alih menjadi wujud yang membeku.

 

2.  Fungsi dan peran terapis

Peran terapis client-centered berakar pada cara-cara keberadaanny dan sikap-sikapnya, bukan pada penggunaan teknik-teknik yang dirancang untuk menjadikan klien “berbuat sesuatu”. Pada dasarnya, terapis menggunakan dirinya sendiri sebagai alat untuk mengubah. Dengan menhadapi klien pada taraf pribadi-ke-pribadi, maka “peran” terapis adalah tanpa peran. Adapun fungsi terapis adalah membangun suatu iklim terapeutik yang menunjang pertumbuhan klien.

Jadi, terapis client-centered membangun hubungan yang membantu di mana klien akan menjadi kebebasan yang membantu di mana klien akan mengami kebebasan yang diperlukan untuk mengeksplorasi area-area hidupnya yang sekarang diingkari atau didistorsinya. Klien menjadi kurang defensif dan menjadi lebih terbuka terhadap kemungkinan-kemungkinan yang ada dalam dirinya maupun dalam dunia.

Yang pertama dan terutama, terapis harus bersedia menjadi nyata dalam hubungan dengan klien. Terapis menghadapi klien berlandaskan pengalaman dari saat ke saat dan membantu klien dengan jalan memasuki dunianya alih-alih menurut kategori diagnostik yang telah dipersiapkan. Melalui perhatian yang tulus, respek, penerimaan, dan pengertian terapis, klien bisa menghilangkan pertahanan-pertahanan dan persepsi-persepsinya yang kaku serta bergerak menuju taraf fungsi peribadi yang lebih tinggi.

3.  Hubungan antara terapis dan klien

Terapis mampu menjangkau dunia pribadi klien sebagaimana dunia pribadi itu diamati dan didasarkan oleh klien, tanpa kehilangan identitas dirinya yang terpisah dari klien, maka perubahan yang konstruktif akan terjadi.

 

Teknik-Teknik Terapi

Morse dan Watson (1977) mengungkapkan terapis client-centered juga harus memegang sikap menerima dan menganggap positif terhadap kliennya. Terapis juga harus memiliki keinginan yang terus menerus untuk memahami dunia pribadi kliennya, dan dia harus berkomunikasi memahami dengan empati.

Ada sejumlah teknik tertentu yang membantu terapis dalam interaksi dengan klien. Salah satu teknik adalah dengan clarification of the client’s feelings, dimana akan mencerminkan perasaan klien. Teknik lain adalah simple acceptance, restatement of content, dan nondirective leads.

Simple acceptance: dimana terapis memngusahakan klien dapat menerima keterangan dari terapis, menambah komunikasi sebagai pemahaman secara empati dan hal positif tanpa syarat. Hal ini dapat dilakukan baik secara verbal dan nonverbal.

Restatement of content: untuk membantu pemahaman klien dari masalah yang mungkin membingungkan.

Nondirective leads: intinya jelas dalam awal terapi. Terapi membantu klien untuk mengembangkan topik dan untuk mengarahkan diskusi dalam situasi terapi.

LOGOTERAPI (FRANKL)

Konsep Dasar Pandangan Frankl tentang Perilaku/Kepribadian

Ada tiga landasan filosofis logoterapi (Koeswara,1992):

1.  Kebebasan berkehendak (freedom of will)

Kebebasan yang dibahas oleh konsep Frankel ada tiga hal:

  • Insting-insting naluriah

Menurut Frankl, manusia memiliki insting-insting, akan tetapi insting-instingnya tersebut tidak menguasainya, sehingga manusia bebas untuk menentukan apakah ia akan mengikuti atau menolak insting-instingnya tersebut.

  • Disposisi yang diturunkan (inherited disposition)

Secara genetik, individu mungkin memiliki sifat-sifat dasar yang diwariskan, akan tetapi bagaimana individu mengaktualisasikan sifatnya tersebut , tergantung pada keputusan dirinya sendiri.

  • Lingkungannya

Melalui pengalamannya di kamp konsentrasi, Frankl menemukan bahwa ternyata lingkungan tidak dapat membentuk manusia, tetapi tergantung pada bagaimana sikap manusia terhadap lingkungan yang dihadapinya. Seperti yang terjadi pada kamp konsentrasi tersebut, dalam menghadapi kelaparan, ada manusia-manusia yang berubah menjadi seperti hewan yang ganas untuk mempertahankan hidupnya, tetapi ada juga yang mencapai pemenuhan kehidupan spiritualnya, seperti contoh doa yang telah ditemukan dalam kamp konsentrasi di Ravensbruck:

“Tuhan, ingatlah,

Tidak hanya kepada orang-orang yang berkehendak baik, tetapi juga kepada semua orang yang berkehendak buruk, jangan hanya mengingat semua penderitaan yang mereka timpakan kepada kami. Ingatlah buah-buah yang kami hasilkan akibat penderitaan ini: persahabatan, kesetiaan, kerendahan hati, keberanian dan kemurahan hati kami, semuanya itu merupakan keluhuran yang diinspirasikan oleh semua penderita ini.

Dan jika tiba saatnya mereka harus diadili, biarkanlah semua buah yang telah kami hasilkan ini menjadi pahala dan pengampuan mereka”

(De Mello,1997:158)

     Seperti yang pernah dibahas, manusia memiliki kebebasan dalam keterbatasan yang dimilikinya. Sebagai individu yang dibatasi oleh kondisi-kondisi biologis, psikologis dan sosiologis, manusia memiliki kebebasan dalam menentukan sikapnya terhadap kondisi tersebut dan manusia memiliki tanggung jawab atas pilihannya itu.

  • Keinginan akan makna ( the will to meaning)

Frankl mengatakan bahwa yang dibutuhkan manusia bukanlah homeostatis, melainkan noodinamik, yakni tegangan pada tingkat tertentu yang berasal dari sifat menuntut yang lekat terdapat pada makna, dan mengarahkan manusia erhadap nilai-nilai yang akan dan harus direalisasikannya.

 

  • Makna hidup ( the meaning of life)

Frankl mngkelompokan makna hidup menjadi tiga bagian:

  1. Creative values, yaitu nilai-nilai yang dipenuhi atau diaktualisasikan dengan melakukan tindakan kreatif.
  2. Experiental values, yaitu nilai-nilai yang disadari dengan mengalami kebaikan, kebenaran dan keindahan atau dengan mengalami cinta kepada manusia. Menyadari nilai-nilai ini berarti kita menerima dunia sebagaimana adanya.

“ but they can also give meaning to their lives by realizing experiential values, by experiencing the good, the true and the beautiful, or by knowing one single human beingin all his uniqueness, and to experience one human being as unique means to love him” (Frankl,1968: xix)

  1. Attitudinal values, yaitu penemuan makna dengan cara bagaimana seseorang menghadapi nasibnya, kesukaannya, dengan menemukan makna dari sesuatu yang tidak dapat diubah, penderitaan yang tidak dapat dihindari. Contohnya adalah seperti orang-orang yang menjalani kehidupan yang lebih bermakna setelah mereka mengalami cobaan atau sakit keras yang membuat mereka menemukan nilai hidup yang sebenarnya.

 

Unsur-Unsur Terapi

1.  Munculnya Gangguan

Logoterapi ini biasanya dilakukan untuk klien-klien yang mengalami PTSD (Post Traumatic Stress Disorder), karena biasanya orang yang stres akibat trauma cenderung menyalahkan dirisendiri bahkan bisa ke resiko mencederai diri dan orang lain.

2.  Tujuan Terapi

Tujuan dari logoterapi adalah agar setiap pribadi:

  • memahami adanya potensi dan sumber daya rohaniah yang secara universal ada pada setiap orang terlepas dari ras, keyakinan dan agama yang dianutnya;
  • menyadari bahwa sumber-sumber dan potensi itu sering ditekan, terhambat dan diabaikan bahkan terlupakan.
  • memanfaatkan daya-daya tersebut untuk bangkit kembali dari penderitaan untuk mampu tegak kokoh menghadapi berbagai kendala, dan secara sadar mengembangkan diri untuk meraih kualitas hidup yang lebih bermakna

3.  Peran Terapis

Peranan dan Kegiatan Terapis

Menurut Semiun (2006) terdapat beberapa peranan dan kegiatan terapis dapat dikemukakan secara singkat di bawah ini.

  • Menjaga hubungan yang akrab dan pemisahan ilmiah.

Terapis pertama-tama harus menciptakan hubungan antara klien dengan mencari keseimbangan antara dua ekstrem, yakni hubungan yang akrab (seperti simpati) dan pemisahan secara ilmiah (menangani klien sejauh ia melibatkan diri dalam teknik terapi).

  • Mengendalikan filsafat pribadi

Maksudnya adalah terapis tidak boleh memindahkan filsafat pribadi pada klien, karena logotherapy digunakan untuk menangani masalah-masalah yang menyangkut nilai-nilai dan masalah spiritual, seperti aspirasi terhadap hidup yang bermakna, makna cinta, makna penderitaan, dan sebagainya.

  • Terapis bukan guru atau pengkhotbah

Terapis adalah seorang spesialis mata dalam pengertian bahwa ia memberi kemungkinan kepada klien untuk melihat dunia sebagaimana adanya, dan bukan seorang pelukis yang menyajikan dunia sebagaimana ia sendiri melihatnya.

  • Memberi makna lagi pada hidup

Salah satu tujuan logotherapy adalah menemukan tujuan dan maksud keberadaannya. Kepada klien bahwa setiap kehidupan memiliki potensi-potensi yang unik dan tugas utamanya adalah menemukan potensi-potensi itu. Pemenuhan tugas ini memberi makna pada kepada hidupnya.

  • Memberi makna lagi pada penderitaan

Di sini, terapis harus menekan bahwa hidup manusia dapat dipenuhi tidak hanya dengan menciptakan sesuatu atau memperoleh sesuatu, tetapi juga dengan menderita. Manusia akan mengalami kebosanan dan apati jika ia tidak mengalami kesulitan atau penderitaan.

  • Menekankan makna kerja

Tugas terapis adalah memperlihatkan makan pada pekerjaan itu sehingga nilai-nilai yang dimiliki oleh orang-orang yang bekerja berubah. Tanggunga jawab terhadap hidup dipikul oleh setiap orang dengan menjawab kepada situasi-situasi yang ada. Ini dilakukan bukan dengan perkataan, melainkan dengan tindakan. Kesadaran akan tanggung jawab timbul dari kesadaran akan tugas pribadi yang konkret dan unik.

  • Menekankan makna cinta

Tugas terapis adalah menuntut klien untuk mencintai dalam tingkat spiritual atau tidak mengacaukan cinta seksual dengan cinta spiritual yang menghidupi pengalaman orang lain dalam semua keunikan dan keistimewaannya.

TEKNIK-TEKNIK LOGOTERAPI

1.  Intensi Paradoksikal

Teknik intensi paradoksikal merupakan teknik yang dikembangkan Frankl berdasarkan kasus kecemasan antispatori, yaitu kecemasan yang ditimbulkan oleh antisipasi individu atas suatu situasi atau gejala yang ditakutinya. Intensi paradoksikal adalah keinginan terhadap sesuatu yang ditakuti.

 

2.  Derefleksi

Derefleksi merupakan teknik yang mencoba untuk mengalihkan perhatian berlebihan ini pada suatu hal di luar individu yang lebih positif. Derefleksi memanfaatkan kemampuan transendensi diri yang ada pada manusia. Dengan teknik ini individu diusahakan untuk membebaskan diri dan tak memperhatikan lagi kondisi yang tidak nyaman untuk kemudian lebih mencurahkan perhatian kepada hal-hal lain yang positif dan bermanfaat. Dengan berusaha mengabaikan keluahannya, kemudian mengalihkannya pada hal-hal yang bermanfaat, gejala, kemudian mengalihkannya pada hal-hal yang bermanfaat, gejala hyper intention akan menghilang (Bastaman, 1995).

 

3.  Bimbingan Rohani

Bimbingan rohani adalah metode yang khusus digunakan terhadap pada penanganan kasus dimana individu berada pada penderitaan yang tidak dapat terhindarkan atau dalam suatu keadaan yang tidak dapat dirubahnya dan tidak mampu lagi berbuat selain menghadapinya. Pada metode ini, individu didorong untuk merealisasikan nilai bersikap dengan menunjukkan sikap positif terhadap penderitaanya dalam rangka menemukan makna di balik penderitaan tersebut.

Daftar Pustaka

  • Corey, Gerald. 1995. Teori dan Praktek dari Konseling dan Psikoterapi. Semarang: IKIP Semarang Press.
  • Corsini, R. (2000). CURRENT PSYCHOTHERAPIES. Itasca , Illinois: F.E. PeacockPublishers.
  • Murad, J. (2006). Dasar – Dasar Konseling. Jakarta: Universitas Indonesia.
  • Palmer, Stephen. 2010. Pengantar Konseling dan Psikoterapi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
  • Semiun, Y. (2010). Kesehatan Mental 3. Yogyakarta: Kanisius.

 

Read Full Post »