Archive for Mei, 2016

RATIONAL EMOTIVE THERAPY (RET)

Tokoh utama Rational Emotive Therapy ini adalah Albert Ellis. Terapi ini hakekatnya dibangun berdasar atas ketidakpuasan Albert Ellis terhadap teori psikoanalisa serta berdasar atas pemahamannya tentang teori behavioral.

Konsep Utama

RET dibangun berdasar atas filosofi bahwa “apa yang mengganggu jiwa manusia bukanlah peristiwa-peristiwa, tetapi bagaimana manusia itu mereaksi atau berprasangka terhadap peristiwa-peristiwa tersebut”.

RET tidak memusatkan perhatian kepada peristiwa-peristiwa masa lalu tetapi lebih kepada peristiwa yang terjadi saat ini dan bagaimana reaksi terhadap peristiwa tersebut. RET juga percaya bahwa setiap manusia mempunyai pilihan, mampu mengontrol ide-idenya, sikap, perasaan, dan tindakan-tindakannya serta mampu menyusun kehidupannya menurut kehendak atau pilihannya sendiri

RET didasari asumsi bahwa manusia itu dilahirkan dengan potensi rasional dan juga irasional. Seseorang berperilaku tertentu karena ia percaya harus bertindak dalam cara itu. Sedangkan gangguan emosional terletak pada keyakinan irasional. Dengan kata lain kejadian irasional lah yang menyebabkan gangguan emosional. Bila seseorang mereaksi sesuatu dengan keyakinan irasional maka ia akan memndang diri sendiri dan orang lain sebagai jahat, kejam, atau mengerikan. Asumsi lainnya, bahwa berpikir dan emosi merupakan dua hal yang saling tumpang tindih dan terkait.

Tujuan Rational Emotive Therapy

Menurut Thomson dan Rudolf (1983), tujuan utama konseling RET adalah membantu klien memahami kepercayaan irasionalnya, dengan mendebat, melepaskan atau mengusirnya, dan selanjutnya merubahnya dengan pemikiran yang lebih positif dan rasional.

            Sedangkan menurut Burks dan Sterfflre (1983), tujuan utama konseling RET adalah membantu klien agar memiliki ketepatan emosi, mampu mengembangkan self interest, self direction, sikap toleransi, menerima fakta denan ketidaktentuan, mampu berpikir fleksibel dan ilmiah, mampu mengambil resiko dan menerima diri sendiri, serta mampu meminimalisir frekuensi, intensitas, dan durasi munculnya emosi negative

Teknik-Teknik Rational Emotive Therapy

  1. Teknik Koginitif

     Teknik ini digunakan untuk mengubah cara berpikir klien. Teknik-teknik ini meliputi pengajaran, persuasif, konfrontasi dan pemberian tugas.

  1. Teknik Emotif

     Teknik ini digunakan untuk mengubah emosi klien. Teknik-teknok tersebut meliputi sosidrama, role playing, modelling, latihan asertif, humor serta latihan melawan rasa malu.

  1. Teknik Perilaku

     Teknik ini digunakan untuk mengubah tingkah laku klien yang tidak diinginkan. Teknik-teknik tersebut diantaranya adalah penerapan prinsip penguatan (reinforcement), permodelan sosial (social modelling) dan relaksasi.

BEHAVIOR THERAPY

Teori behavioral berasal dari konsepsi yang dikembangkan oleh hasil-hasil penelitian psikologi eksperimental. Terutama dari Pavlov dengan classical conditioningnya dan B.F. Skiner dengan operant conditioningnya. Yang menurutnya berguna untuk memecahkan masalah-masalah tingkah laku abnormal dari yang sederhana (hysteria, obsesional neurosis, paranoid) sampai pada yang kompleks (seperti phobia, anxiety, dan psikosa) baik untuk individu atau kelompok. Tokoh-tokoh lainnya antara lain John D. Krumboltz, Carl E. Thoresen, Wolpe, Albert Bandura dan Ray. E. Hosfort. Teori behavioral lebih menekankan kepada perilaku di sini dan saat ini. Artinya, bahwa perilaku individu yang terjadi saat ini dipengaruhi oleh suasana lingkungan saat ini.

 

Konsep Utama

Dalam pandangan tentang hakekat manusia, terapi behavior menganggap bahwa pada dasarnya manusia bersifat mekanistik dan hidup dalam alam yang deterministik, dengan sedikit peran aktif untuk memilih martabatnya. Perilaku manusia adalah hasil respon terhadap lingkungan dengan kontrol yang terbatas dan melalui interaksi ini kemudian berkembang pola-pola perilaku yang kemudian membentuk kepribadian. Dalam konsep behavior, perilaku manusia merupakan hasil dari proses belajar, sehingga dapat diubah dengan memanipulasi kondisi-kondisi belajar. Dengan demikian, terapi behavior hakekatnya merupakan aplikasi prinsip-prinsip dan teknik belajar secara sistematis dalam usaha menyembuhkan gangguan tingkah laku. Asumsinya bahwa gangguan tingkah laku itu diperoleh melalui hasil belajar yang keliru dan karenanya harus diubah melalui proses belajar, sehingga dapat lebih sesuai.

Tujuan Behavior Therapy

Tujuan utamanya menghilangkan tingkah laku yang salah dan mengantikannya dengan dengan tingkah laku yang baru yang lebih sesuai. Secara rinci tujuan tersebut adalah untuk:

  1. Menghapus pola-pola perilaku maladaptive anak dan membantu mereka mempelajari pola-pola tingkah laku yang lebih kontruksif
  2. Mengubah tingkah laku maladaptive anak
  3. Menciptakan kondisi-kondisi yang baru yang memungkinkan terjadi proses belajar ulang.

Konseling dan terapi behavior pada dasarnya merupakan proses penghapusan hasil belajar yang salah dengan memberikan pengalaman-pengalaman belajar baru yang didalamnya mengandung respon-respon yang layak yang belum dipelajari. Sedangkan menurut Corey (dalam Koswara,2009) terdapat tiga fungsi tujuan dari konseling dan terapi behavior, yaitu: 1) refleksi masalah klien sekaligus arah konseling, 2) dasar pemilihan dan penggunaan strategi konseling dan terapi, 3) landasan untuk menilai hasil konseling dan terapi.

Fungsi dan Peranan Konselor atau Terapis Behavior Therapy

Dalam pendekatan behavior telah menempatkan pentingnya fungsi dan peranan konselor atau terapis sebagai pengajar. Secara aktif, direktif dan kreatif konselor atau terapis diharapkan mampu menerapkan pengetahuan-pengetahuan yang dimilikinya guna mengajarkan keterampilan-keterampilan baru sesuai permasalahan klien dan tujuan yang diinginkan. Fungsi lain yang juga harus ditegakkan oleh konselor atau terapis selama proses konseling atau terapis adalah melaksanakan assesmen dan penilaian secara terus menerus, menetapkan sasaran perubahan perilaku dan bagaimana mengajarkan untuk mencapainya, peka terhadap perubahan-perubahan yang terjad, serta membantu mengembangkan tujuan-tujuan pribadi dan sosialnya.

Penerapan-penerapan dan Sumbangan-sumbangan Behavior Therapy

Pendekatan ini telah bisa diterapkan secara luas pada terapi individual dan kelompok, lembaga-lembaga, sekolah-sekolah dan situasi-situasi belajar lainnya. Terapi tingkah laku adalah pendekatan pragmatis yang berlandaskan kesasihan ekseprimental atas hasil-hasil, kemajuan bisa ditaksir dan teknik-teknik baru bisa dikembangkan.

Metode Behavior Therapy

Menurut Krumboltz (dalam Surya, 2003) mengemukakan bahwa terdapat empat metode dalam terapi behavior, yaitu:

  1. Operant Learning

Dalam metode ini yang penting adalah penguatan yang dapat menghasilkan perilaku yang diharapkan, serta pemanfaatan situasi diluar klien yang dapat memperkuat perilaku klien yang dikehendaki.

  1. Unitative Learning atau Social Modeling

Dalam metode ini yang penting adalah perlunya konselor merancang perilaku adaptif yang dapat dijadikan model bagi klien, baik dalam bentuk rekaman, pengajaran berprogram, video. Film, biografi atau model.

  1. Cognitive Learning

Metode ini lebih banyak menekankan pentingnya aspek perubahan kognitif klien. Dalam pelaksanaannya dapat dilakukan melalui pengajaran secara verbal, kontrak antara konselor dengan klien dan bermain peran

  1. Emotional Learning

Metode ini diterapkan untuk individu yang mengalami kecemasan, melalui penciptaan situasi rileks dengan menghadirkan rangsangan yang menimbulkan kecemasan bersama dengan situasi rangsangan yang menimbulkan kesenangan, sehingga secara berangsur kecemasan tersebut berkurang dan akhirnya dapat dihilangkan.

Sedangkan  teknik yang biasa digunakan dalam keempat pendekatan atau metode di atas antara lain:

  1. Desentisisasi sistematis, yaitu suatu cara yang digunakan untuk menghapus tingkah laku yang diperbuat secara negatif dengan menyertakan pemunculan tingkah laku yang berlawanan dengan tingkah laku yang hendak dihapuskan. Salah satu caranya adalah dengan melatih anak untuk santai dan mengasosiasikan keadaan santai dengan pengalaman-pengalaman pembangkit kecemasan.
  2. Latihan asertif, yaitu latihan mempertahankan diri akibat perlakuan orang lain yang menimbulkan kecemasan, dengan cara mempertahankan hak dan harga dirinya. Dalam pelaksanan teknik ini, penting bagi konselor atau terapis untuk melayih keberanian anank untuk berkata atau menyatakan pikiran dan perasaan yang sesungguhnya secara tegas. Caranya dapat melalui bermain peran. Misalnya anak diminta untuk berperan sebagai orang tua yang galak dan konselor atau terapis sebagai anak yang pendiam. Kemudian peran tersebut dipertukarkan.
  3. Terapi aversi, yaitu digunakan untuk menghilangkan kebiasaan buruk atau menghukum perilaku yang negatif dan memperkuat perilaku yang positif, dengan meningkatkan kepekaan klien agar mengganti respon pada stimulus yang disenanginya dengan kebalikan stimulus tersebut. Misalnya, anak yang suka mabuk, maka minumannya dicampur dengan obat tertentu yang dapat menjadikan pusing atau muntah
  4. Penghentian pikiran, teknik ini efektif digunakan untuk klien yang sangat cemas. Caranya, misalnya klien ditutup matanya sambil membayangkan dan mengatakan sesuatu yang menganggu dirinya.
  5. Kontrol diri, dilakukan untuk meningkatkan perhatian pada anak tugas-tugas tertentu, melalui prosedur self assessment, mencatat diri sendiri, menentukan tindakan diri sendiri dan menyusun dorongan diri sendiri
  6. Pekerjaan rumah, yaitu dengan memberikan tugas atau pekerjaan rumah kepada klien yang kurang mampu menyesuaikan diri dengan situasi tertentu. Misalnya, kepada klien yang suka melawan ketika dimarahi orang tua, maka diberi tugas selama satu minggu untuk tidak menjawab ketika sedang dimarahi, kemudian hasilnya dievaluasi dan secara berangsur ditingkatkan.

 

 

TERAPI KELOMPOK

(GROUP THERAPY)

Konsep terapi kelompok (Group Psychotheraphy) menurut Shertzer dan stone di definisikan sebagai aplikasi prinsip-prinsip terapeutik ke dalam dua atau lebih individu secara bersamaan untuk mengklarifikasi konflik psikologis individu sehingga individu dapat hidup secara normal.

Terapi kelompok adalah modalitas pengobatan yang melibatkan sekelompok kecil anggota dan satu atau lebih therapistis dengan pelatihan khusus dalam terapi kelompok.

Terapi kelompok telah berkembang sejak 1800-an di Eropa dan mendapat dukungan konseptual dan operasional dari sosiologi, psikologi, filsafat dan pendidikan.

  1. Tujuan Utama

Tujuan utama terapi kelompok adalah mengoreksi masalah-masalah atau kekacauan pribadi pada anggota, misalnya keluarga.

  1. Terapi kelompok digunakan dalam :
    1. pengobatan terhadap gangguan yang gagal ketika terapi individual.
    2. Keterbukaan pada dunia sosial
    3. Penerimaan diri seseorang
    4. dukungan terhadap orang lain.
  1. Peran Terapis
  2. Sebagai fasilitator
  3. Mengaktifkan anggota untuk berinteraksi dan melakukan eksplorasi diri
  4. Membantu anggota untuk memperoleh manfaat yang besar dari terapi kelompok
  1. Teknik-Teknik Terapi Kelompok

Menurut Brammer, Shostrom dan Abrego (1994), teknik-teknik dalam terapi kelompok adalah sebagai berikut:

  1. Psychodrama Techniques

Psikodrama sebagai teknik bermain peran untuk membantu klien dengan menerapkan adegan dari masalah mereka yang akan meningkatkan pemahaman mereka tentang konflik mereka.

Bermain peran akan membantu klien memperoleh perspektif yang lebih baik dari diri mereka sendiri dan orang lain. dapat digunakan, misalnya, untuk berlatih menghadapi situasi sosial yang sulit klien.

Bahkan ketika bisa digunakan dalam situasi kelompok pekerja yang memenuhi syarat, penekanan harus ditempatkan pada kenyataan bahwa banyak komplikasi dapat timbul jika tidak dilakukan dengan benar. Bach (1954) memperingatkan efek traumatis kemungkinan akan tereksternalisasi mengancam melalui bermain peran.

  1. T-Group Techniques

Salah satu kontribusi utama dari Training (T) kelompok untuk para klien memahami proses pengambilan keputusan mereka sendiri. Kelompok diberikan daftar 15 barang dan diminta untuk mengurutkan peringkat barang-barang tersebut dimulai dari hal yang penting bagi mereka untuk bertahan hidup. Kelompok ini kemudian diminta untuk berdiskusi mengenai pengalaman mereka, mengeksplorasi pola kepemimpinan, resolusi konflik, dan proses pengambilan keputusan.

  1. Encounter Techniques

Teknik encounter (pertemuan) dimanfaatkan untuk meningkatkan kesadaran diri. Misalnya, digunakan untuk memperluas kesadaran sensorik dan kepercayaan interpersonal. Peserta secara berpasangan diminta untuk memandu pasangan dengan mata tertutup dan menggunakan tangan untuk mengeksplorasi sambil berjalan. Memandu untuk melindungi pengikut/pasangannya dari setiap langkah menuju bahaya, seperti pohon, atau dinding dan membujuk pasangan untuk mengeksplorasi berbagai bau dan tekstur tanpa menggunakan kata-kata. Kedua pasangan juga bertukar peran, kemudian mendiskusikan pengalaman mereka. Contoh lain dari latihan encounter adalah di mana dua mitra duduk kembali ke belakang dan melakukan percakapan. Pasangannya kemudian memproses pengalaman berbicara tanpa isyarat visual.

  1. Behavioral Techniques

Banyak teknik behavior seperti modeling, pelatihan keterampilan, memecahkan masalah dan relaksasi juga digunakan dalam terapi kelompok. Misalnya, dalam kelompok pelatihan asertif, peserta dijelaskan situasi di mana mereka ingin menjadi lebih tegas. Peserta akan mendapatkan ide-ide untuk bagaimana menangani situasi. Situasi dapat dilatih berulang-ulang sampai peserta merasa puas dengan kemampuannya untuk berperilaku asertif.

  1. Dance and Art Therapy

Teknik ini akan mendorong kesadaran tubuh, gerakan kreatif, dan interpersonal empati. Anggota kelompok berpasang-pasangan. Satu orang mengambil peran sebagai pemimpin, dan pengikutnya mencoba untuk menjadi bayangan cermin dari pemimpin, mengikuti gerakan pemimpin semirip mungkin. Mematung adalah teknik terapi seni di mana peserta diminta untuk mematung merupakan representasi dari diri mereka sendiri, keluarga mereka, dunia mereka, masalah mereka, dan kemudian menceritakan hasil dengan anggota kelompok lainnya.

Corey, G. (2009). Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi.    Bandung: PT. Refika Aditama.

Gunarsa, Singgih. D. (1996). Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia.

Kuntjojo, Profesionalisasi Bimbingan dan Konseling Sunardi, Permanarian & M. Assjari. (2008). Teori Konseling. Bandung: PLB FIP UPI.

Surya, M. (2003). Teori-teori Konseling. Bandung: C.V. Pustaka Bani Quraisy.

 

Read Full Post »