Archive for Maret, 2016

“Seorang insinyur teknik industry yang berusia 35 tahun berkonsultasi dengan kami untuk mengatasi ketakutannya naik pesawat terbang ketika ia mendapatkan promosi jabatan yang membuatnya sering melakukan perjalanan. Promosi jabatan tersebut merupakan hasil prestasi kerja selama beberapa tahun dalam pekerjaan di belakang meja di perusahaan terkait. Perjalanan dengan keluarga selalu dilakukan dengan mengendarai mobil atau naik kereta api, dan orang-orang dekatnya berkompromi dengan ketakutannya yang merusak untuk naik pesawat terbang. Bayangkan perasaannya yang bercampur baur ketika diberitahu bahwa ia mendapat promosi tersebut! Ambisi dan harga dirinya dan dorongan dari keluarga dan teman-teman mendorongnya untuk mencari bantuan.”

      Penanganan psikoanalisis terhadap fobia berupaya mengungkap konflik-konflik yang ditekan yang diasumsikan mendasari ketakutan ekstrem dan karakteristik penghindaran dalam gangguan ini. Karena fobia dianggap sebagai simtom dari konflik-konflik yang ada di baliknya, fobia biasanya tidak secara langsung ditangani. Memang, upaya langsung untuk mengurangi penghindaran fobik dikontraindikasikan karena fobia diasumsikan melindungi orang yang bersangkutan dari berbagai konflik yang ditekan yang terlalu menyakitkan untuk dihadapi.

      Dalam berbagai kombinasi analis menggunakan berbagai teknik yang dikembangkan dalam tradisi psikoanalisis untuk membantu mengangkat represi. Dalam asosiasi bebas analis mendengarkan dengan penuh perhatian apa yang disebutkan pasien terkait dengan setiap rujukan mengenai fobia. Analis juga berupaya menemukan berbagai petunjuk terhadap penyebab fobia yang ditekan dalam isi mimpi yang tampak jelas. Apa yang diyakini analis mengenai penyebab yang ditekan tersebut tergantung pada teori psikoanalisis tertentu yang dianutnya. Seorang analis ortodoks akan mencari konflik-konflik yang berkaitan dengan seks arau agresi, sedangkan analis yang menganut teori interpersonal dari Arieti akan mendorong pasien untuk mempelajari generalisasi ketakutannya terhadap orang lain.

Gerald C Davidson, John M. Neale, Ann M Kring., (2012), Psikologi Abnormal Edisi ke-9, Jakarta: Rajawali Pers

Read Full Post »

Tugas 1 Psikoterapi

PENGANTAR

 

Pengertian Psikoterapi

Psikoterapi yang terlahir pada pertengahan dan akhir abad yang lalu, secara etimologis mempunyai arti sederhana, yakni “psyche” yang artinya jiwa dan “therapy” dari Bahasa Yunani yang berarti “merawat” atau “mengasuh”’ sehingga psikoterapi dalam arti sempitnya adalah “perawatan terhadap aspek kejiwaan” seseorang. Dalam Oxford English Dictionary, kata “psychotherapy” tidak tercantum, tetapi ada perkataan “psychoterapeutis” yang diartikan sebagai perawatan terhadap sesuatu penyakit dengan mempergunakan teknik psikologis untuk melakukan intervensi psikis.

Psikoterapi didasarkan pada fakta bahwa aspek-aspek mental manusia seperti cara berpikir, proses emosi, persepsi, believe system, kebiasaan dan pola perilaku bisa diubah dengan pendekatan psikologis.

Tujuan psikoterapi antara lain:

  • Menghapus, mengubah atau mengurangi gejala gangguan psikologis.
  • Mengatasi pola perilaku yang terganggu.
  • Meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan kepribadian yang positif.
  • Memperkuat motivasi klien untuk melakukan hal yang benar.
  • Menghilangkan atau mengurangi tekanan emosional.
  • Mengembangkan potensi klien.
  • Mengubah kebiasaan menjadi lebih baik.
  • Memodifikasi struktur kognisi (pola pikiran).
  • Memperoleh pengetahuan tentang diri / pemahaman diri.
  • Mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan interaksi sosial.
  • Meningkatkan kemampuan dalam mengambil keputusan.
  • Membantu penyembuhan penyakit fisik.
  • Meningkatkan kesadaran diri.
  • Membangun kemandirian dan ketegaran untuk menghadapi masalah.
  • Penyesuaian lingkungan sosial demi tercapai perubahan dan masih banyak lagi.

Unsur Terapi

  1. Dua individu saling terikat dalam interaksi yang bersifat rahasia, dimana klien akan dibukakan jalan untuk menjadi tahu.
  2. Interaksi umumnya terbatas pada pertukaran verbal.
  3. Interaksi berlangsung dalam jangka waktu lama.
  4. Hubungan bertujuan untuk mengubah perilaku tertentu pada klien, yang telah disetujui oleh kedua pihak.

Perbedaan Konseling dan Psikoterapi

Screen Shot 2016-03-25 at 6.05.30 AM

Beberapa Pendekatan Psikoterapi Mental Illness

  1. Biological. Meliputi keadaan mental organic, penyakit afektif, psikosis dan penyalahgunaan zat. Menurut Dr. John Grey, Psikiater Amerika (1854) pendekatan ini lebih manusiawi. Pendapat yang berkembang waktu itu adalah penyakit mental disebabkan karena kurangnya insulin
  2. Psychological. Meliputi suatu peristiwa pencetus dan efeknya terhadap perfungsian yang buruk, sekuel pasca-traumatik, kesedihan yang tak terselesaikan, krisis perkembangan, gangguan pikiran dan respon emosional penuh stress yang ditimbulkan. Selain itu pendekatan ini juga meliputi pengaruh sosial, ketidakmampuan individu berinteraksi dengan lingkungan dan hambatan pertumbuhan sepanjang hidup individu.
  3. Sosiological. Meliputi kesukaran pada sistem dukungan sosial, makna sosial atau budaya dari gejala dan masalah keluarga. Dalam pendekatan ini harus mempertimbangkan pengaruh proses-proses sosialisasi yang berlatarbelakangkan kondisi sosio-budaya tertentu.
  4. Philoshopic. Kepercayaan terhadap martabat dan harga diri seseorang dan kebebasan diri seseorang untuk menentukan nilai dan keinginannya. Dalam pendekatan ini dasar falsafahnya tetap ada, yakni menghargai system nilai yang dimiliki oleh klien, sehingga tidak ada istilah keharusan atau pemaksaan.

TERAPI PSIKOANALISIS

Konsep Dasar Teori Psikoanalisis

Psikoanalisis adalah sebuah model perkembangan kepribadian, filsafat tentang sifat manusia, dan metode psikoterapi.

Adapun Konsep Utama dalam Psikoanalisa :

  1. Struktur Kepribadian

  • Id

Id adalah komponen biologis, system kepribadian yang orisinil; kepribadian setiap orang hanya terdiri dari id ketika dilahirkan. Id bersifat tidak logis, amoral, dan di dorong oleh suatu kepentingan.

  • Ego

Ego adalah komponen psikologis, eksekutif dari kepribadian yang memerintah, mengendalikan, dan mengatur. Ego memiliki kontak dengan dunia eksternal dari kenyataan. Tugas utama ego adalah memperantarai naluri dengan lingkungan sekitar. Ego mengendalikan kesadaran dan melaksanakan sensor, dengan diatur oleh asas kenyataan, ego berlaku realistis dannberfikir logis serta merumuskan rencan-renacana tindakan bagi pemuasaan kebutuhan.

  • Superego

Superego adalah cabang moral atau hokum dari kepribadian. Superego memiliki tugas utama yaitu menilai apakah suatu tindakan baik atau buruk, pantas atau tidak pantas untuk dilakukan, benar atau salah. Superego mempreesentasikan nilai-nilai tradisional dan ideal-ideal masyarakat yang diajarkan oleh orang tua pada anaknya.

 

2.  Pandangan Tentang Sifat Manusia

Pandangan Freudian tentang sifat manusia pada dasarnya pesimistik, deterministic, mekanistik, dan reduksionistik. Menurut Freud, manusia dideterminasi oleh kekuatan irasional, motivasi-motivasi tidak sadar, kebutuhan-kebutuhan dan dorongan-dorongan biologis dan naluriah, dan peristiwa-peristiwa psikoseksual yang terjadi selama lima tahun pertama dari kehidupan.

 

3.   Kesadaran dan Ketidaksadaran

Ketidaksadaran dipelajari melalui tingkah laku, pembuktian secara klinis guna membuktikan konsep ketidaksadaran yang mencakup mimpi-mimpi, salah ucap atau lupa, sugesti-sugesti pascahipnotik, bahan-bahan yang bersal dari teknik asosiasi bebas, dan bahan yang berasal dari teknik proyektif.

Bagi Freud, kesadaran merupakan bagian terkecil dari keseluruhan jiwa. Seperti gunung es yang mengapung dimana bagian terbesarnya berada di bawah permukaan air, bagian jiwa yang terbesar berada di bawah permukaan kesadaran.

Sasaran terapi psikoanalitik adalah membuat motif tak sadar menjadi disadari, sebab hanya ketika menyadari motifnya individu bisa melakasanakan pilihan.

konsep ketaksadaran

  • mimpi2 → merupakan representative simbolik dari kebutuhan2, hasrat2 konflik
  • salah ucap / lupa → thd nama yg dikenal
  • sugesti pascahipnotik
  • bahan2 yg berasal dari teknik2 asosiasi bebas
  • bahan2 yg berasal dari teknik proyektif

 4.   Kecemasan

Kecemasan adalah suatu keadaan tegang yang memotivasi individu untuk berbuat sesuatu. Kecemasan ada tiga, yaitu

  • Kecemasan realisits : ketakutan terhadap bahaya dari dunia eksternal, dan taraf kecemasannya sesuai dengan derajat ancaman yang ada.
  • Kecemasan neurotic : ketakutan terhadap tidak terkendalinya naluri-naluri yang menyebabkan individu melakukan suatu tindakan yang bisa melanggar hukum.
  • Kecemasan moral : ketakutan terhadap hati nurani sendiri

 

Unsur-Unsur Terapi Psikoanalisis

  1. Munculnya masalah atau gangguan

Untuk lebih mengenal karakteristik penyebab masalah atau gangguan yang dialami klien, maka terapis berusaha memunculkan penyebab-penyebab yang menjadi akar permasalahan atau gangguan dari klien dan kemudian terapis memperkuat kondisi psikis klien agar nantinya bila klien mengalami gangguan, diri klien akan lebih siap menghadapi gangguan yang dialami.

  1. Tujuan terapi

  • Fokus pada upaya mengalami kembali pengalaman masa anak-anak.
  • Membentuk kembali struktur karakter individu dengan jalan membuat kesadaran yang tidak disadari di dalam diri klien.
  1. Peran terapis

  • Terapis memberikan perhatian khusus pada penolakan klien.
  • Mendengarkan kesenjangan-kesenjangan dan pertentangan-pertentangan pada cerita klien.
  • Membangun hubungan kerja dengan klien, yaitu dengan banyak mendengar dan menafsirkan.
  • Membantu klien dalam mencapai kesadaran diri, kejujuran, keefektifan dalam melakukan hubungan personal dalam menangani kecemasan secara realistis.

 

Teknik psikonalisis

Teknik-teknik psikoanalisis disesuaikan untuk meningkatkan kesadaran, memperoleh pemahaman intelektual atas tingkah laku klien, serta untuk memahami makna dari beberapa gejala. Untuk itu diperlukan teknik-teknik dasar psikoanalisis, yaitu: Asosiasi Bebas, Analisis Mimpi, Resistensi, dan Transferensi (Corey dalam Riyanti & Prabowo, 1998)

 

  1. Asosiasi Bebas

Asosiasi bebas merupakan teknik utama dalam pasikoanalisis. Suatu metode pemanggilan kembali pengalaman-pengalaman masa lalu dan pelepasan emosi-emosi yang berkaitan dengan situasi-situasi traumatik di masa lalu. Dalam teknik ini, terapis meminta klien untuk membersikan pikirannya dari pikiran-pikiran dan renungan-renungan sehari-hari, serta sedapat mungkin mengatakan apa saja yang muncul dan melintas dalam pikiran.

 

2.   Penafsiran

Penafsiran merupakan prosedur dasar dalam menganalisis asosiasi bebas, mimpi-mimpi, resistensi, dan transferensi. Caranya adalah dengan tindakan-tindakan terapis untuk menyatakan, menerangkan, dan mengajarkan klien makna-makna tingkah laku apa yang dimanifestasikan dalam mimpi, asosiasi bebas, resistensi, dan hubungan terapeutik itu sendiri. Penafsiran yang diberikan oleh terapis menyebabkan adanya pemahaman dan tidak terhalanginya alam bawah sadar pada diri klien (Corey dalam Riyanti & Prabowo, 1998)

 

3.   Analisis Mimpi

Analisis mimpi adalah prosedur atau cara yang penting untuk nengungkap alam bawah sadar dan memberikan kepada klien pemahaman atas beberapa area masalah yang tidak terselesaikan. Selama tidur, pertahanan-pertahanan melemah, sehingga perasaan-perasaan yang direpres akan muncul ke permukaan, meski dalam bentuk lain. Freud memandang bahwa mimpi merupakan “jalan istimewa menuju ketidaksadaran”, karena melalui mimpi tersebut hasrat-hasrat, kebutuhan-kebutuhan, dan ketakutan tak sadar dapat diungkapkan.

Mimpi memiliki dua taraf, yaitu isi laten dan isi manifest. Isi laten terdiri atas motif-motif yang disamarkan, tersembunyi, simbolik, dan tidak disadari. Karena begitu menyakitkan dan mengancam, maka dorongan-dorongan seksual dan perilaku agresif tak sadar (yang merupakan isi laten) ditransformasikan ke dalam isi manifest yang lebih dapat diterima, yaitu impian yang tampil pada si pemimpin sebagaimana adanya. Sementara tugas terapis adalah mengungkap makna-makna yang disamarkan dengan mempelajari simbol-simbol yang terdapat dalam isi manifest. Di dalam proses terapi, terapis juga dapat meminta klien untuk mengasosiasikan secara bebas sejumlah aspek isi manifest impian untuk mengungkap makna-makan yang terselubung (Corey dalam Riyanti & Prabowo, 1998)

4.   Resistensi

Resistensi adalah sesuatu yang melawan kelangsungan terapi dan mencegah klien mengemukakan bahan yang tidak disadari. Selama asosiasi bebas dan analisis mimpi, klien dapat menunjukkan ketidaksediaan untuk menghubungkan pikiran, perasaan, dan pengalaman tertentu. Freud memandang bahwa resistensi dianggap sebagai dinamika tak sadar yang digunakan oleh klien sebagai pertahanan terhadap kecemasan yang tidak bisa dibiarkan, yang akan meningkat jika klien menjadi sadar atas dorongan atau perasaan yang direpres tersebut.

Dalam proses terapi, resistensi bukanlah sesuatu yang harus diatasi, karena merupakan perwujudan dari pertahanan klien yang biasanya dilakukan sehari-hari. Resistensi ini dapat dilihat sebagai sarana untuk bertahan klien terhadap kecemasan, meski sebenarnya menghambat kemampuannya untuk menghadapi hidup yang lebh memuaskan (Corey, 1995).

 

5.   Transferensi

Resistensi dan transferensi merupakan dua hal inti dalam terapi psikoanalisis. Transferensi dalam keadaan normal adalah pemindahan emosi dari satu objek ke objek lainnya, atau secara lebih khusus pemindahan emosi dari orangtua kepada terapis. Dalam keadaan neurosis, merupakan pemuasan libido klien yang diperoleh melalui mekanisme pengganti atau lewat kasih sayang yang melekat dan kasih sayang pengganti. Seperti ketika seorang klien menjadi lekat dan jatuh cinta pada terapis sebagi pemindahan dari orangtuanya (Chaplin, 1995).

Ketika dalam proses terapi ketika “urusan yang tidak selesai” (unfinished business) masa lalu klien dengan orang-orang yang dianggap berpengaruh menyebabkan klien mendistorsi dan bereaksi terhadap terapis sebagaimana dia beraksi terhadap ayah/ibunya. Dalam hubungannya dengan terapis, klien mengalami kembali perasaan menolak dan membenci sebagaimana yang dulu dirasakan kepada orangtuanya. Tugas terapis adalah membangkitkan neurosis transferensi klien dengan kenetralan, objektivitas, keanoniman, dan kepasifan yang relative. Dengan cara ini, maka diharapkan klien dapat menghidupkan kembali masa lampaunya dalam terapi dan memungkinkan klien mampu memperoleh pemahaman atas sifat-sifat dari fiksasi-fiksasi, konflik-konflik, atau deprivasi-deprivasinya, serta mengatakan kepada klien suatu pemahaman mengenai pengaruh masa lalu terhadap kehidupannya saat ini (Corey, 1995).

 

Daftar Pustaka

Read Full Post »